Rabu, 28 November 2012

Gerakan Keagamaan dalam Agama Hindu yang dipengaruhi oleh Agama Kristen



A.   Pendahuluan

India adalah negeri yang serba ganda : ganda dalam suku bangsa, ganda dalam budaya, dan ganda dalam soal kepercayaan dan agama. Karena dalam keserbagandaan ini maka mempelajari agama Hindu terasa mengalami kesulitan.Subjeknya sangat luas dan mencakup suatu kesejarahan yang sangat luas dan mencakup suatu kesejarahan  yang sangat panjang,apalagi agama tersebut memiliki ajaran yang tak terbatas. Akan tetapi dengan usaha penelusuran, dan mencoba memandangnya secara hati-hati, dalam kesempatan ini akan diusahakan melihatnya dalam suatu bentuk yang dirasa utuh. Kalu ada benarnya ungkapan yang mengatakan bahwa mempelajari Agama Hindu itu ibarat seorang buta yang mencoba menggambarkan gajah,maka usaha ini kiranya dapat digambarkan seperti seorang yang tidak buta dan memiliki keahlian tentang ular sehingga ketika mencoba membahas belalai gajah ia akan merasa lebih menghayatinya daripada ketika membahas bagian-bagian lainnya.
Mendefinisikan agama Hindu pun juga sulit. Barangkali apa yang dikatakan oleh Thomas R. Trautman ada benarnya sekalipun juga dirasa ada kekurngannya. Dikemukannya bahwa Repubelik India sendiri membatasi pengertian seorang penganut Hindu dengan “an India” yang menurut dia mestinya harus ditambah dengan orang Pakistan, Nepal, Ceylon, yang bukan penganut agama Islam, Kristen, Persia, dan Yahudi. Ada lahi yang membatasi agama Hindu adalah agama yang para penganutnya menyembah dan memuja dewa-dewa Wisnu, Siwa, Sakti,avatara-avatara (penjelmaan)-nya,anak-anaknya dan sebagainya.
Agama Hindu timbul dari dua arus utama yang membentuknya, yaitu agama (bangsa) Dravida dan agama (bangsa) Arya.Dalam perkembangannya di India lalu ada usaha-usaha yang mempesonakan untuk memasukkan berbagai macam kepercayaan yang ada, filsafatnya, dan praktek-praktek keagamannya dalam suatu system yang sekarang ini disebut dengan agama Hindu. Memang diakui bahwa perwujudan semngat Hindu yang menyolok adalah semangat sintesis dan kompromis. Agama tersebut menyerap ide-ide, penalaran dan amalan kedewaan Siwa, dewi ibu, pemujaan patung, pertapaan, ajaran penjelmaan kembali dan sebagainya. Siwa dianggap sebagai dewa angin badai yang ada dalam kitab Weda, dan disini Siwa disebut sebagai Rudra. Dalam perkembangannya ia adalah salah satu dewa terpenting. Dari agama Weda agama Brahmana agama Hindu menyerap system korban dan dewa-dewa alam. Dari agama Brahmana agama Hindu menyerap kepercayaan akan kekalnya kitab-kitab Weda, sistem kasta, upacara-upacara yang rumit dan perayaan keagamaan. Dari agama Upanishad agama Hindu menyerap konsep tentang Realitas Tertinggi, juga tentang pengertian kesatuan dengan Tuhan. Agama Upanishad adalah penentang agama Brahmana. Dari ajaran-ajaran Sri Krisna agama Hindu menyerap ajaran tentang avatara Wisnu, dan dari kitab Bhagavadgita agama Hindu menyerap ajaran monoteisme dan ajaran etika. Terlepas dari dua arus utama tadi, di India masih ada kepercayaan suku asli yang juga tetap ada perwujudannya dalam agama Hindu. Suku-suku asli India ini menyembah arwah nenek moyang, hantu, sungai, gunung, pohon, dan binatang. Objek-objek ini juga diserap oleh agama Hindu. Di antara dewa yang berasal dari kepercayaan suku asli ialah dewi Kali yang mengerikan. Dalam mitologi Hindu, Kali ini adalah istri Siwa dan Dewa Ganesha.
Unsur penting yang merupakan ajaran yang dominan dalam agama Hindu adalah unsur teologi, filsafat, lembaga social dan etika atau moral.Agama Hindu mempercayai Realitas Tertinggi hanya satu, akan tetapi tidak membatasi “yang satu” sebagai realitas yang dimaksud sebagai Tuhan yang personal. Selain itu agama Hindu juga percaya dan menyembah dewa-dewa alam yang jumlahnya sangat banyak yang dianggap pengatur alam, dan penting kedudukannya dalam upacara korban. Dewa-dewa ini diharapakan memberikan kesenangan, kebahagiaan dan ketenangan, dan sebagai imbangannya, bila para dewa merasa senang, para dewa akan mengabulkan keninginan mereka.
Sehubungan dengan itu ada komentar tentang ketuhanan dalam agama Hindu : apakah agama Hindu termasuk politeisme, monoteisme, honoteisme, ataukah yang lain, yaitu katenoteisme. Para ahli filsafat sampai pada pemaduan dengan kepercayaan terhadap satu prinsip tertinggi yang kadang sebagai yang netral dan kadang sebagai yang mutlak yang impersonal.
B.   Gerakan Brahma Samay
Gerakan Brahma Samay (bearati masyarakat Brahman) tampil sebagai gerakan yang sangat teistik. Gerakan ini menolak politeisme, pemujaan patung-patung, korban
Binatang, menganjurkan dihapuskannya praktek sati (pembakaran janda), perkawinan anak-anak dan menolak praktek poligami. Gerakan ini didirikan di Bengala. Tokoh-tokonnya yang sangat terkenal adalah Ram Mohan Roy (1774-1833), Devendranath Tagore (1817-1905), dan Keshab Chandra Sen (1838-1884).
            Ram Mohan Roy adalah seorang cendekiawan ahli Arab dan Persi. Karya pertamanya berjudul Tuhfat al-muwahhidin yang ditulisnya dalam bahasa Arab. Selain belajar bahasa Arab dan Persia, ia juga mempelajari Bahasa Sanskerta terutama untuk mempelajari agama Hindu. Bahasa Inggris dipelajarinya karena kaitannya dengan East India Company. Bahasa Ibrani dan Bahasa Yunani dipelajarinya dari misi Serampone di dekat Kalkuta.[1]
            Ram Mohan Roy sering disebut sebagai bapak modernisasi India. Ia mendirikan Brahma Samay sekitar 1828, dan mengajarkan semacam deisme rasionalis. Agak terpengaruh oleh Kristen, setiap malam Minggu ia mengadakan Kebaktian. Tetapi ia menentang ajaran Trinitas. Ia melindungi agama Hindu menghadapi polemic para penulis Kristen yang tidak jujur. Ram Mohan Roy juga pernah menerjemahkan  Bibel ke dalam bahasa Bengali dan bahasa Sanskerta. Jasanya dianggap sangat besar dalam menghapuskan sati dan mengenalkan pendidikan Inggris. Tahun 1816, ia menerbitkan Vedanta Sara yang berusaha menemukan suatu monoteisme dalam pandangan Vedanta. Dengan usaha keras dicarinya ayat-ayat dalam Upanishad yang mendukung ajaran monoteisme ini. Dengan tegas ia mengemukakan bahwa tempat untuk memuja para dewa tidak terbatas pada kasta para pemujanya saja. Ia melarang penggunaan patung dan gambar-gambar yang dipasang ditempat ibadat. Hanya Khutbah-khutbah, Kidung-kidung dan doa-doa saja yang dibenarkan. Selain itu ia juga mengecam sikap meremehkan peribadatan berbagai macam agama.
C.   Ajaran Brahma Samay
Diantara ajaran Brahma Samay ya itu Weda adalah Satu-satunya dasar iman. Pengenalan akan Tuhan bersumber kepada alam dan intuisi. Tuhan adalah Zat yang berpribadi, Ia tak pernah menitis, Ia mendengarkan dan mengabulkan doa manusia. Penyembahan kepada Tuhan harus dilakukan secara rohani.jalan mendapatkan keselamatan ialah pertaubatan dan menghentikan perbuatan dosa.
Dalam gerakan Brahma Samay ini Weda dianggap sebagai sumber penting dalam kehidupan manusia. Karena itu ia juga mengirimkan empat orang yang dipandang mampu untuk hal ini ke Benares untuk mempelajari dan menyalin kitab-kitab Weda dan harus melaporkan hasil-hasilnya. Di antara hasil-hasilnya ialah bahwa gerakan Samay ini menganggap Weda sebagai kebenaran yang sangat dijunjung tinggi.
Keshap Chandra Sen aktif dalam gerakan Samay sejak tahun 1857. Ia berpendapat bahwa yang terpenting dari ajaran tentang “Brahma” adalah konsepsi tentang “Kebapaan Tuhan” dan “Keputraan Manusia” yang kemudian dikembangkannya sebagai “Persaudaraan Manusia”. Pemikirannya sering dinilai kurang teologis. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya Keshab mengajarkan konsep keagamaan yang kurang bersifat Hindu lagi, tetapi sebaliknya lebih mengembangkan konsep keagamaan yang agak kekristenan. Pada masanyalah muncul suatu gerakan yang disebut Adi Brahma Samay. Juga pada masanya Gerakan Brahman Samay mencapai puncak tetapi sekaligus menurun. Pada 1879, ia mengajarkan semacam “takdir baru” yang dianggapnya melebihi apa yang pernah ada pada agama Yahudi dan Kristen. Akhirnya hal ini membawa kepada suatu perpecahan yang tidak dapat dihindari lagi.
D.   Gerakan Ramakrisna Mision
Svami Vivekananda (1843-1902), murid Ramakrisna, pernah menghadiri Parlemen Agama di Chicago. Ia mendirikan misi dengan nama gurunya yang sekarang ini memiliki jaringan yang sangat luas. Kalau pada waktu itu umumnya gerakan keagamaan di India menekankan pada bidang pendidikan dan social, maka Vivekananda dengan misi Ramakrisnanya merupakan pendukung dan pembela dari ajaran Advaita Vedanta yang dikemukakan oleh Sankara. Oleh karena itu para penganut gerakan ini juga para penganut paham tersebut dan memiliki pandangan yang luas dan moderen. Gerakan ini mengajarkan paham monisme absolut dan memandang dunia sebagai ilusi atau maya. Gerakan ini mengakui bahwa Brahma adalah nyata, dan merupakan Wujud Mutlak atau Tuhan yang impersonal. Pendirinya adalah Ramakrisna Prahamsa. dan penyebarnya adalah muridnya yang dinamis, Svami Vivekananda.
Ramakrisna Prahamsa (1834-1886) tidak berusaha keras dalam masalah penyingkiran patung-patung seperti lazimnya gerakan pemurnian keagamaan lainnya. Ia banyak bergaul dengan orang-orang yang berlainan agama, akan tetapi menganut kepercayaan terhadap “realitas yang tunggal”. Sekalipun ia adalah seorang yang otodidak, tidak menempuh pendidikan yang resmi, namun dia berusah mengikuti berbagai macam kepercayaan dan mengutamakan pada “penghayatan” dan pengalaman hidup sendiri. Ia, yang juga dikenal dengan nama Gadadhar Chatterji, tidak dapat membaca dan menulis, bukan sarjana, tetapi memiliki keahlian tertentu terutama dalam bidang filsafat dan agama Hindu. Ia cukup bicara dan mengemukakan pendapat-pendapatnya yang kemudian dicatat dan diterbitkan oleh para pengikutnya. Akan tetapi, sekalipun ia adalah tokoh dalam gerakan ini, namun ia bukan pemberi bentuk gerakan tersebut karena pemberi bentuk dan perumus idenya adalah murid dan penggantinya, yaitu Svami Vivekananda.
E.   Ajaran Ramakrisna Mision
Memahami pikiran Ramakrisna merupakan suatu usaha yang cukup sulit karena dapat keliru dalam menanggapi arah yang sebenarnya. Pemikirannya lebih bersifat intuitif daripada intelektual, sehingga kalau hanya menekankan pada segi intelektualnya saja, maka ibarat orang pergi ke kebun buah-buahan bukan untuk memakan buahnya tetapi hanya untuk berspekulasi menghitung-hitung cabang masing-masing pohon dan daun pada setiap cabang tersebut. Ia lahir dari suatu keluarga Brahmana di daerah Bengala, kemudian pergi ke Kalkutta dan hidup sebagai pendeta. Pada tahun 1855 ia ditunjuk untuk membawahi biara disebelah utara kotanya, kemudian menjadi seorang pemuja Kali. Agaknya ia juga seorang penganut ajaran Tantra dan mempraktekkan ajarn Bhakti yang mendekati Tuhan sebagai “orang tua”, “pengusaha”, “teman”, “anak”, juga sebagai “kekasih tercinta”. Dia mengabdi kepada Rama dengan mengambil sikap sebagai Hanuman. Ia juga mengutamakan advaita dan dalam waktu singkat mampu mencapai nirvikalpa-samadhi, suatu penghayatan advaita yang tinggi. Ajaran lain yang sangat mempengaruhi dirinya antara lain adalah ajaran Islam walaupun ia mempraktekkan ajaran ini tidak secara menyeluruh.Penghayatannya dan pengalaman-pengalaman keagamaannya memperteguh keyakinannya bahwa pada hakikatnya agama itu adalah satu dan tidak memiliki perbedaan yang hakiki. Baginya, agama dan kepercayaan yang bermacam-macam itu adalah ibarat sungai-sungai yang akhirnya mengalir ke samudera yang sama. Ramakrisna mengunakan kiasan-kiasan dan perumpamaan-perumpamaan dalam mengemukakan pendapat-pendapatnya dan tidak mempergunakan terminologi filosofis yang bersifat teknis. Dia tidak melihat perbedaan antara Brahman yang personal dan yang impersonal. Kalupun toh ada, menurut dia hanyalah seperti perbedaan antara permata dengan kilau sinarnya saja. Semua agam bertujuan sama, dan hanya jalannya saja yang berbeda-beda ; dan ibaratkan kue manis, maka rasa manis tersebut akan terasa di seluruh bagian kue tersebut, maka rasa manis tersebut akan terasa di bagian kue tersebut, baik di tengah-tengahnya, dipinggirnya, maupun di atas dan di bagian bawahnya. Pemikirannya ini dikembangkan oleh murid-muridnya.[2]
Svami Vivekananda, atau disebut pula Narendranath Datta, kemudian memproklamirkan ajaran Ramakrisna ini ke seluruh dunia. Ia juga menyusun suatu gerakan yang terutama ditujukan dalam segi sosial sehingga mampu mengisi dan berbuat banyak. Misi Ramakrisna kemudian banyak berfungsi dan berperan dalam masyarakat. Vivekananda banyak menyerap pendidikan Barat, terutama pandngan-pandangan dari John Stuart Mill, David Hume dan Herbert Spencer, sehingga ia sering merasakan krisis yang akut dalam setiap diskusi dengan Ramakrisna terutama dalam setiap persoalan skeptisisme. Pengaruh besar Ramakrisna dan krisisnya sendiri, ditambah dengan kemiskinan, kemelaratan serta kematian ayahnya, membawanya untuk harus menyelesaikan sendiri persoalan tersebut.
Setelah gurunya meninggal dunia, Vivekananda mengumpulkan murid-muridnya dalam suatu persaudaraan di Benares. Dengan menempuh hidup sebagai seorang sanyasin, ia mengembara ke segenap pelosok India. Dalam kesempatan menghadiri Parlemen Agama-agama Dunia di Chicago ia sempat menggugah pers Amerika dan India. Sekembalinya ke India, pada tahun 1897, ia diterima dengan baik di Ceylon dan kemudian menelusuri pantai timur India. Tahun itu pula ia mengorganisir “Ramakrisna Mision”. Gerakan ini banyak memberikan arti dalam kehidupan orang-orang India. Pusatnya terdapat di Belur, sebelah utara Kalkutta, dan mempunyai beberapa cabang di kota-kota lainnya. Publikasi gerakan ini adalah tentang agama dan kebudayaan India.Svami Vivekananda adalah seorang tokoh terbesar yang sangat berpengaruh dalam “mendinamiskan agama Hindu”. Ia menafsirkan ajaran advaita dengan tafsiran yang membawa kebangkitan agama Hindu dengan menekankan pada nasionalisme dan usaha-usaha kemasyarakatan.
Dia mengatakan bahwa India memerlukan otot dari baja, yang hanya dapat tercapai kalau cita-cita advaita, cita kesatuan, dapat dimengerti dan terwujud. Mengenai Brahman, Vivekananda memberikan pengertian yang kemudian merupakan suatu permulaan bagi suatu agama baru. Interpretasinya sangat berpengaruh di kalangan bangsa India. Tafsiran advaitanya itu selanjutnya mengatakan bahwa Tuhan dan tanah air India adalah satu; membebaskan tanah air adalah juga membebaskan Tuhan.[3]
            Konsep maya, menurut dia, bukannya memberikan pengertian ilusi semata, tetapi melalui maya justru dapat dimengerti “realitas” yang sesungguhnya sehingga menjadi jelas bahwa advaita bukan bersifat pasif tetapi sebaliknya, bersifat aktif. Brahma itu sendiri adalah nyata. Dengan demikian dapat dinilai bahwa gerakan ini sebenarnya bukan merupakan gerakan keagamaan saja, tetapi juga merupakan gerakan kebangsaan India.
F.    Penutup
Dalam perkembangan selanjutnya, selain pusat-pusat keagamaan di kraton, juga terdapat pusat-pusat keagamaan Hindu yang disebut Paguron atau mandala atau kasturi. Ditempat-tempat ini para pendeta memberikan pelajaran. Kitab-kitab yang ada pada waktu itu adalah kitab Tantu Panggelaran, juga kitab Nawaruci yang juga disebut dengan kitab Tattwajnana. Kitab terakhir ini penting karean mistik yang terdapat di dalamnya sampai sekarang masih berlaku di kalangan tertentu. Dasar fikiran dan mistik itu sendiri juga terdapat dalam kitab-kitab Suluk yang sudah mendapat pengaruh dari Islam.
Agama Hindu mempersonifikasikan kekuatan-kekuatan Sang Hyang Widi dalam bentuk beberapa dewa yang banyak jumlahnya, akan tetapi mempunyai fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan kepentingan makhluk hidup ini. Sebagai Bhatara Brahma, ia memberikan pegangan dan tuntunan bagaimana manusia harus bertindak. Dalam hal ini Brahma bertindak sebagai Sang Hyang Saraswati yang memberikan ilham kepada para maharesi (salah literature menyebut seperti Nabidalam Islam). Ia adalah sumber ilham, sumber gerak dan sumber ciptaan manusia.
Gerakan-gerakan yang ada didalam Agama Hindu diantaranya adalah Brahma Samay dan Ramakrisna Mision merupakan suatu gerakan pembaharu didalam umat Hindu, yang mana kedua gerakan tersebut tetap bersumber dari weda, meskipun di tiap-tiap gerakan memiliki pemikiran atau pusat perhatiannya masing-masing.


G.  Daftar Pustaka

·         Ali. Mukti, Agama-agama Dunia, Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988
·         Hadiwiyono. Harun, Agama Hindu dan Budha, PT. BPK Press, 1989
·         Punyatmadja. Oka, Panca Sradha, 1988
·         Pendit. Nyoman, Aspek-aspek Agama Hindu, Menik Geni, 1993
·         Zaehner, Seri Filsafat Driyarkara, PT. Gramedia, 1992



                [1] H.A. Mukti Ali, Agama-agama Dunia, hal. 87-88
                [2] H.A. Mukti Ali, Agama-agama Dunia, hal. 91-92
               [3] Arifin, Menguak misteri ajaran Agama-agama besar, hal. 68-69

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts