Wedanta
1.
Pengertian
dan Pokok-Pokok Ajaran Wedanta
pengertian
Wedanta
berasal dari kata weda – anta, artinya bagian terakhir dari weda. Kitab
Upanisad juga disebut dengan Wedanta, karena kitab-kitab inimewujudkan bagian
akhir dari Weda yang bersifat menyimpulkan. Disamping itu ada tiga faktor yang
menyebabkan Upanisad disebut dengan Wedanta, yaitu:
a. Upanisad adalah hasil karya terakhir
dari zaman Weda.
b. Pada zaman Weda program pelajarna yang
disampaikan oleh para Rsi kepda sisyanya, Upanisad juga merupakan pelajaran
yang terakhir. Para Brahmacari pada mulanya diberikan pelajaran shamhita yakni
koleksi syair-syair dari zaman Weda. Kemudian dilanjutkan dengan pelajaran
Brahmana yakni tata cara untuk melaksanakan upacara keagamaan, dan terakhir
barulah sampai pada filsafat dari Upanisad.
c. Upanisad merupakan kumpulan syair-syair
yang terakhir daripada zaman Weda. Oleh karena itu upanisad adalah inti dari
Weda atau Wedanta.
Jadi
pengertian Wedanta erat sekali hubungannya dengan upanisad hanya saja
kitab-kitab Upanisad tidak memuat urainnan-uraian yang sistematis. Penyusun
Upanisad pertama kali dilakukan oleh Badrayana, kira-kira 400 SM. Hasil
karyanya disebut Wedanta – sutra.
Pokok-Pokok Ajaran
Filasafat
Wedanta bersumber dari Upanisad, Brahma sutra/
Wedanta-sutra dan Bhagawadgita. Filsafat tentang dunia ini ada yang memberikan
ulasan bahwa dunia ini maya (bayangan saja). Dilain pihak menyebutkan dunia ini
betul-betul ada, bukan palsu sebab diciptakan oleh Tuhan dari diriNya sendiri.
Karena perbedaan pendapat ini dengan sendirinya menimbulkan teka-teki , apakah
dunia ini benar-vbenar ada ataukah dunia ini betul-betul maya?
Hal
ini menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. Akibat dari penafsiran tersebut
menghasilkan aliran-aliran filsafat Wedanta.[i]
Adapun
para tokoh filsafat Wedanta yang
terkenal adalah Sankara, Ramanuja, dan Madhawa. Masing – masing tokoh
mendirikan aliran yang corak ajarannya berbeda antara satu dengan yang lainnya,
tetapi memiliki tujuan yang sama. (1) Sankara mendirikan aliran Adwaita; (2) Ramanuja mendirikan aliran Wisistadwaita; (3) Madhawa meandirikan aliran Dwaita. Secara garis besar semua aliran dari Wedanta tersebut terdiri dari aliran yang bersifat absolutistis dan
theis.[ii]
2.
Aliran
Adwaita dan Pemikiran Tokohnya
Sistem
Wedanta yang terkenal dan terbesara adalah Adwaita. Adwaita artinya tidak
dualisme. Maksudnya adwaita menangkal bahwa kenyataan ini lebih dari satu
(Brahman). Disamping ada Brahman masih ada Atman yang merupakan sumber
kekuatan.
Penganjur
terbesar dan terbanyak pegaruhnya dari aliran ini adalah Sankara (788-820 M).
Sweta Swatara Upanisad (mempertemukan pendapat-pendapat yang bertentangan),
menyatakan bahwa asal daripada dunia ini terletak pada kekuatan sulap (maya)
daripada Brahman. Dengan demikian Brahman dengan kekuatan MayaNya dapat
memperlihatkan segala yang kita lihat ini, sehingga menghalangi pengetahuan
kita yang sebenarnya yaitu Brahman dengan keanekaragamannya. Kekuatan Maya dari
Brahman dapat menipu diri manusia, antara lain:
a. Membuat manusia tertipu mengenai dunia
yang kita lihat.
b. Tertipu tentang apa yang sebenarnya
Tuhan itu.
Sankara
yang mengakui juga Maya itu kekuatan Tuhan, tetapi tidak permanen. Sankara
berpendapat bahwa Tuhan tidak mengalami suatu perubahan dan segala yang kita
lihat berubah, hanya kelihatannya saja demikian, sebenarnya tidak. Contoh:
Perubahan Wiwarta yakni perubahan pandangan terhadap kenyataannya. Sesungguhnya
tidak berubah, tapi kelihatannya saja berubah. Seperti merubah ular sebagai
tali, melihat awana sebagai orang-orangan, dan lain sebagainya.
Sankara
menganggap bahwa perubahan itu hanya lah wiwarta. Tapi keduanya percaya sat –
Karya – Wada – (Samkhya)yakni semuanya bersumber dari Brahman.
Menurut
Upanisad dunia beserta isinya adalah merupakan evolusi dari Brahman, evolusi
paling dikenal adalah bahwa dari Brahman timbul panca Tan Matra – panca Maha
Bhuta dari unsur ini timbul benda. Disamping sesuatu yang ada merupakan bagian
dari dunia, tapi juga Tuhan sendiri menjadi dunia ini. Sankara tidak setuju
bahwa Tuhan itu menciptakan dunia ini (parinama), tapi menyatakan diproyeksikan
pada Tuhan (Wiwartawada).
Sankara
menyatakanyang ada secara nyata (Sat) adalah kekal. Hanya bRahmana lah yang
disebut Sat, artinya hanya Brahmana lah yang kekal. Tapi dunia ini beraneka
ragam. Jadi dunia bukanlah sat, dunia ini bukan Brahman. Oleh karena itu harus
dikatakan bahwa dunia adalah betul-betul ada dan maya, karena tidak kekal.
Demikian pula benda-benda duniawi, sekalipun tidak dapat dikatakan ada secara
mutlak, namun kenyataannya memang ada. Tapi benda duniawi tidak kekal selalu
berubah sesuai dengan kodratnya.
Dunia
ini tergantung pada Brahman. Seandainya Brahman tidak ada, dunia tidaka akan
ada. Tapi bukan sebaliknya. Barhman tetap ada dan kekal abadi.
Hubungan Brahman Dengan
Atman
Menurut
Sankara hubungan antara jiwa dengan Brahman tidak sama dengan hubungan alam
semesta atau dengan Brahman. Jadi jiwa tidak boleh dipandang sebgai kenyataan
sifat Brahman, sebab jiwa terkena pengaruh rajas dan tamas, walaupun jiwa
adalah Brhaman seutuhnya.
Satu-satunya
relitas yanga ada adalah Brahman. Tapi Brahmna tidak tampak sebagai dunia yang
objektif, yakni penjelmaan Brahman sebagai jiwa, yang memberikan kekuatan hidup
setiap makhluk.
Brahman
dikenal sebagai neti (Bukan ini, bukan itu). Sankara memberikan ulasan bahwa
Brahman memiliki dua rupa, dua bentuk nya yakni:
a. Para-rupa yakni rupa yang lebih tinggi
b. Apara-rupa yakni rupa yang lebih rendah.
Pendapat Sankara
tentang Pengetahuan
Menurut
Sankara ada enam macam alat-alat pengetahuan (Pramana), yaitu; pengematan,
penyimpulan, pembandingan, kesaksian, persangkaan, dan tiada pengetahuan.
Sankara
mengajarkan bahwa Tuhanlah yang menurunkan ajaran Weda. Weda bukan karya Tuhan,
tapi Tuhan menurunkan wahyu yang diterima oleh para Rsi yang dihimpun menjadi
Weda. Sankara menyatakan bahwa Weda akan muncul kembali pada zaman berikutnya.
Menurut
Sankara ada dua macam pengetahuan yaitu:
a. pengetahuan yang lebih tinggi (Pra Widya)
Pengetahuan yang lebih tinggi mengandung segala macam kebenaran, meliputi
segala sesuatu yang mewujudkan kesatuan segala sesuatau yang mewujudkan
kesatuan segala sesuatu yaitu Brahman. Pengetahuan yang lebih tinggi disebut
Brahman Widya (Pengetahuan tentang Brahman) atau Ataman Widya (pengetahuan
tentang Atman).
b. pengtahuan yang lebih rendah (apara Widya).
Pengetahuan ini mengenai pengetahuan dunia yang tampak ini, yang sebenarnya
ialah Khayalan. Maka sebenarnya pengetahuan yang lebih rendah bukan
pengetahuan, tapi bentuk Adiwya.
Adiwya: Tujuan hidup manusia adalah
untuk mengetahui dan merealisir kebenaran. Orang yang mencapai tujuan hidup itu
akan berubah pikirannya. Perubahan pikiran ini menghasilkan kelepasan.
Sarana untuk mencapai kelepasan
yaitu:
Ø Melakukan disiplin wairagya, yaitu sikap
tidak tertarik pada duniawi.
Ø Berusaha mendapatkan pengetahuan tentang
kebenaran yang tertinggi (Jnana) dan mengubha pengetahuan itu menjadi
pengalaman yang langsung, yaitu dengan belajar pada guru.[iii]
3.
Aliran
Wasistadwaita dan pemikiran tokohnya
Wasistadwaita
berasal dari kata Wasista dan Dwaita. Wasista berarti ‘yzng diterangkan’ yaitu
oleh sifat-sifatnya. Jadi Brahman yang satu diberi keterangan oleh
sifat-sifatNya. Tokohnya bernama Ramanuja (1050-1137).
Ramanuja
menjelaskan pandangannya dengan cara orang memakai bahasa pada umumnya. Misal:
“Mawar adalah merah”. Mawar adalah substansi, merah adalah sifat. Keduanya
tidak sama, tapi menguraikannya seolah sama. Hubungan keduanya merupakan
hubungan substansi dengan sifat.
Dalam
Wasistadwaita ditekankan bahwa yang satu itu diterangkan atau ditentukan oleh
sifat-sifatnya,Brahman yang tunggal itu menjelma dalam jiwa dan dunia serta
menjiwai keduanya.
Tuhan
Menurut
Ramanuja Tuhan adalah asas yang amanen yaitu berada di dalam jiwa (purusa)dan
benda (prakerti). Tuhan, jiwa, dan benda mewujudkan suatau kesatuan yang
organis. Hubungan antara ketiganya yaitu apathak
siddhi atau tak dapat dipisahkan. Sekalipun demikian ia tidak dipengaruhi
oleh jiwa dan benda.
Jiwa
Jiwa
disebut dengan prakara Tuhan, artinya jiwa turut membantu Tuhan. Jiwa berbentuk
atom.jikalau Tuhan berakekatkan akal, maka jiwa berakekatkan perasaan. Jiwa
juga dapat menderita karena Karma
yang dibuat oleh manusia. Ada tiga golongan, yaitu:
1. Jiwa yang tidak pernah dibelenggu oleh
duniawi yang disebut Nitya.
2. Jiwa yang bebas dari belenggunya yang
disebut mukti
3. jiwa yang masih terbelenggu oleh benda,
sehingga masih mengalami kelahiran kembali.
Prakerti
Ramanuja
mengajarkan bahwa:
1. Benda tidak bergantung dari roh atau
jiwa dalam perkembangan
2. Sattwa, rajas, tamas mewujudkan
sifat-sifat benda
Hubungan
jiwa dengan Tuhan, jiwa dengan badan dipengaruhi sifat masing-masing. Ramanuja
menguraikan sepuluh sifat, yakni:
a. Lima kwalitas indriani; sparsendria, granendria, jihwendria,
srotendria, caksu indria.
b. Triguna; sattwa, rajas, tamas.
c. Budhi dan ahamkara.
Kesepuluh unsur
memberikan potensi atau daya yang menyebabkan gerak (sakti).
Menurut
Ramanuja ada tiga alat ilmu pengetahuan; pengamatan, penyimpulan, sabda (pratyaksa,
anumana, sabda pramana).
Pengetahuan
adala semuanya benar. Ada tingkatan-tingkatan kebenaran: kurang benar, cukup
benar, benar sekali.
Tujuan
hidup menurut Ramanuja adalah untuk mencapai alam Narayana, menikmati kebebasan
dan kebahagiaan yang sempurna. Ada dua jalan untuk mencapainya:
a.
Dengan
prapati atau penyerahan secara mutlak dan dengan bhakti atau sembahyang.
Praparti adalah orang yang harus berkiblat pada Tuhan. Penyerahan diri harus
dengan sikap menaruh kepercayaan yang sempurna.
b.
Dengan
jalan Bhakti yaitu disamping berusaha mendekatkan diri terhadap Tuhan denagn
memasrahkan jiwa raga demi Tuhan, juga berusaha mengharmonisasikan diri
(mendekatkan diri) terhadap segala ciptaan Tuhan dengan jalan; berkarma,
berpikir, dan melatihb diri dari segala godaan. Selanjutnya dikatakan tujuan
yang terakhir akan tercapai jika tubuh luluh dengan asalnya. Di situ lah jiwa
akan melihat Tuhan secara langsung dan akan nampak sebagai hakekat yang
tertinggi dari kekuatan dirinya sendiri.[iv]
4.
Aliran
Dwaita dan Pemikiran Tokohnya
Tokoh
nya bernama Madhwa (1199-1278). Sisitemnya disebut Dwaita (dualis) sebab
menurut Madhwa poko-poko ajaran filsafatnya adalah perbedaan (bheda). Sistem
ini dinamakan realistis karena dunia ini adalah nyata, bukan maya.akhirnya
sistem ini bersifat theistis karena menerima adanya Tuhan berdiri sendiri,
dengan begitu Madhwa mengakui atau percaya dengan adanya manifestasi dari Tuhan
yang beraneka ragam.
Karena
ajaran Madhwa adalah mengakui adanya kenyataan yang beraneka ragam di dunia
ini, semuanya mempunyai ciri dan sifat tersendiri sehingga menimbulkan
perbedaan-perbedaan. Perbedaan itu mempunyai wujud tersendiri.
Menurut
Madhwa di dunia ini ada lima macam perbedaan, yaitu:
a. Perbedaan antara Tuhan dengan jiwa
b. Perbedaan antara jiwa dengan jiwa lainnya
c. Perbedaan antara Tuhan dengan benda
d. Perbedaan antara jiwa dengan benda
e. Perbedaan antara benda yang satu dengan
yang lain.
Mereka
saling bergantungan. Misal: tubuh bergantung pada jiwa.
Tuhan, jiwa dan benda itu kekal,
namun hanya Tuhan yang merdeka dan bebas, yang tidak bergantung pada siapapun
dan apapun.
Menurut Madhwa di dunia ini banyak
jiwa yang tidak terhingga jumlahnhya. Tiap jiwa berbeda dengan jiwa lain.
Itulah sebab tiap orang memiliki pengelamannya sendiri-sendiri. Jiwa itu
berbentuk atom, tapi karena dipengaruhi nafsu maka jiwa ini ikut mederita atau
bahagia. Padah sebenarnya jiwa itu kekal dan abadi penuh dengan kebahagiaan.
Secara umum jiwa yang ada di dunia
mempunyai tingkatan-tingkatan, yaitu:
a. Jiwa-jiwa yang bebas secara kekal
(nitya), seperti Laksmi, istri, atau sakti Wisnu
b. Jiwa-jiwa yang telah mencapai kelepasan
dari sengsara (mukta) yaitu para Dewata, para Rsi, dan nenek moyang yang
mendapat kelepasan
c. Jiwa-jiwa yang terbelenggu (baddha),
oleh segala papa dan dosa, jiwa yang terbelenggu ini ada dua kelompok, yaitu:
1. Jiwa-jiwa yang masih dapat dibebaskan
(Mukti Yogya)
2. Jiwa-jiwa yang tidak dapat dilepaskan
lagi, terdiri dari dua:
Ø Jiwa yang untuk selamanya terikat hukum
samsara
Ø Jiwa yang terus diikat oleh hukum
samsara yang lebih rendah.
Ada
juga jenis tingkatan yang lainnya yaitu: Jiwa Satwika (Jiwa yang dikuasai oleh
sifat Sattwam), Jiwa Rajas (Jiwa yang dikuasai sifat Rajas), Jiwa tamas (Jiwa
yang terikat oleh hukum Samsara yang lebih rendah karena sifatnya dikuasai
tamas).
Menurut
Madhwa ada dua alat untuk memperoleh pengetahuan yang benar, yakni:
Kewalapramana (alat yang primer)__ pengetahuan yang benar itu sendiri, yaitu
menunjuk dengan langsung kepada suatu peristiwa__ dan anupramana (alat
sekunder)__mendapatkan pengetahuan dengan perantara akal sehat. Perantara akal
sehat itu ada tiga: Pratyaksa Pramana (pengamatan langsung), anumana Pramana
(analisa), agama Pramana (Wahyu Tuhan).
Pengamatan
dilakukan menggunakan sapta indria yaitu, panca budhindria,manas, dan saksin
(kesadaran).
Pengetahuan
yang benar yaitu pengetahuan yang sesuai dengan kenyataan yang ada di luar
manusia. Hal ini dijelaskan dengan seutas tali dengen seekor ular. Dwaita
berpendapat bahwa ular itu tidak ada, baik ditempat itu maupun di tempat lain.
Kesalahan pengetahuan itu ialah apa yang tidak ada disangka ada. Orang-orang
pada umumnya bingung, menyangka yang tidak ada dikatakan ada, hal ini
disebabkan oleh awidya (kegelapan pikiran manusia).
Untuk
mencapai tujuan hidup yakni dengan meniadakan awidya. Samsara juga disebabkan
karen awidya.[v]
Nyaya
·
Nyaya membicarakan bagian umum filsafat dan metode untuk mengadakan
penelitian yang kritis.[vi]
·
Pendiri ajaran ini adalah Mahersi Gautama (Gotami), kitabnya yaitu Nyaya
sutra.[vii]
·
Dalam arti sempit Nyaya berarti penalaran silogostis. Sedangkan
dalam arti lebih luas, Nyaya berarti pemeriksaan objek melalui bukti-bukti.
Karenanya Nyaya menjadi sebuah sains pembuktian atau pengetahuan nyang benar (Pramanashastra).[viii]
·
pengetahuan kita berlaku (benar) atau tidak, hal itu tergantung
dari alat-alat yang dipakai.[ix]
·
Alat-alat yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan disebut pramana.[x]
·
Catur pramana, yaitu:[xi]
Tuhan menurut Nyaya
·
Tuhan disamakan dengan siwa.
·
Menurut Nyaya Tuhan adalah penyebab tertinggi penciptaan,
pemeliharaan, dan peleburan dunia
·
Ada dua macam pembuktian tentang Tuhan: Komologi, yaitu Pembuktian
ini menyatakan bahwa dunia ini adalah akibat dari suatu sebab. Sebab itulah
Tuhan; dan teleologis, yaitu di dunia ini ada suatu tata tertib dan aturan
tertentu sehingga dunia ini menampakkan suatu rencana yaitu Tuhan
·
Tuhan sebagai penggerak pertama dan utama dari atom-atom yang
menjadikan benda-benda di alam ini. Tuhan menciptakan, merawat, melebur alam
dan segala isinya dengan pengaruh karma dari alam dan isinya.
·
Dunia ini lengkap dengan derita dan kebahagiaan, dapat atau
tidaknya makhluk menikmati kebahagiaan di dunia ini tergantung dari benar
tidaknya pengetahuan yang dimiliki oleh makhluk
·
Dalam ajaran
kosmologi Hindu, alam semesta dibangun dari lima unsur, yakni: tanah (zat padat), air (zat cair), udara (zat
gas), api (plasma), dan ether. Kelima unsur tersebut disebut Pancamahabhuta
atau lima unsur materi.
·
kelepasan menurut Nyaya[xiii]
Mimamsa
·
Istilah Mimamsa berasal dari kata dasar man berarti ’berfikir’,
‘memperhatikan’, ‘menimbang’, atau ‘menyelidiki’.[xiv]
·
Secara etimologi ingin berfikir . berarti pemikiran, pemeriksaan atau penyelidikan,
dari teks weda.
·
Purwa mimamsa secara khusus mengkaji bagian veda
·
Purvamimamsa juga disebut karma mimamsa, menafsirkan aksi terlarang
dalam weda
·
Pembina sistem Mimamsa adalah Jamini, kitabnya Mimamsa sutra
·
Ada dua aliran dalam Mimamsa, yakni Prabhakara dan Kumarila Bhata
·
Prabhakara mengajarkan lima cara untuk memperoleh pengetahuan dan
Kumarila Bhata mengajarkan enam
·
Mimamsa memandang bahwa cara kesaksian (Sabda) ialah yang paling
penting dan utama, yakni kesaksian dalam Weda
·
Tujuan Mimamsa adalah untuk mencapai kebahagiaan surgawi, hal itu
dapat dilakukan dengan pelaksanaan dharma, yakni upacara kurban
·
Mimamsa menerima semua perbuatan terlarang dalam pustaka Weda,
serta membagi menjadi dua bagian, yaitu: Mantra dan Brahmana
·
Pangkal pikiran Mimamsa tercentum dalam sajak pembukaan Mimamsa
sutra yang berbunyi; “kini adalah pemeriksaan kewajiban (dharma)”
·
Menurut Jamini, pengetahuan tentang dharma hanya dapat diperoleh
melalui penyaksian kata-kata (sabda)
·
Pustaka Mimamsasutra terdiri atas dua belas bab (adhayana).
Masing-masing dibagi menjadi empat bagian; sedangkan bab 3, 6, dan 10 berisikan
delapan bagian
·
Hanya bab pertama yang mengandung nilai filsafat. Bagian-bagian
selanjutnya manjelaskan tafsiran ritual dan upacara-upacara kebaktian
·
Menurut Mimamsa alam itu kekal, tidak dibuat oleh Tuhan, dan ada
dengan sendirinya
·
Substansi yaitu: bumi, air, api, hawa, akasa, akal, pribadi, ruang,
waktu, ditambah tamas dan suara
·
Substansi, kwalitas, dan sifat umum tidak dapat dipisahkan
·
weda diakui sebagai sumber pengetahuan yang maha sempurna, weda
bukan pula ciptaan Tuhan, weda ada dengan sendirinya.
[i] I Geda Rudia Adiputra, dkk, Tattwa
Darsana, Jakarta: Yayasan Dharma Sarathi, 1990, h. 67-68
[ii] Bayu Arkeolog Jawa, Intisari Sad Darsana dan Hubungannya dengan ilmu
Percandian Dalam Dunia Arkeologi, diakses pada 24 Okt. 12, dari http://bayuarkeologjawa.blogspot.com/2011/11/intisari-sad-darshana-dan-hubungannya.html
[iii] I Geda Rudia Adiputra, dkk, Tattwa
Darsana, Jakarta: Yayasan Dharma Sarathi, 1990, h. 69-76
[iv] I Geda Rudia Adiputra, dkk, Tattwa
Darsana, Jakarta: Yayasan Dharma Sarathi, 1990, h.76-85
[v] I Geda Rudia Adiputra, dkk, Tattwa
Darsana, Jakarta: Yayasan Dharma Sarathi, 1990, h. 85-90
[vi] Harun Hadiwijono, Sari Filsafat
India, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1989, h. 53
[vii] I Made Titib, Pengantar Weda,
Jakarta: Hanuman Sakti, 1996, h. 155
[viii] Matius Ali, Filsafat India,
Karang Mulya: Sanggar Luxor , cet l, 2010, h. 33-35
[ix] Matius Ali, Filsafat India,
Karang Mulya: Sanggar Luxor , cet l, 2010, h. 33-35
[x] Harun Hadiwijono, Sari Filsafat
India, h. 53
[xi] Harsa Swabodhi, opamana-pramana
Budha Dharna dan Hindu Dharma, h. 13
[xii] I Gede Rudia Adiputra dkk, Tattwa
Darsana, h. 25-26
[xiv] Matius Ali, Filsafat India,
Sanggar Luxor ,Karang Mulya: 2010, cet l, h. 89
0 komentar:
Posting Komentar