A.
Pendahuluan.
Menurut R. Antoine, sangatlah sulit untuk
mendefinisikan Hinduisme, karena “Hinduisme bukanlah satu agama dengan syahadat
tunggal yang harus dipatuhi oleh semua orang. Hinduisme lebih merupakan sebuah
federasi berbagai pendekatan terhadap realitas yang berada dibalaik kehidupan”.
Selain pluralitas doktrin, aliran serta latihan, ada dua unsur yang membuat
elaborasi definisi menjadi sulit. Pertama, Hinduisme tidak memiliki pendiri
seperti dalam agama Buddihisme, Kristen, dan Islam, kedua, Hinduisme tidak memiliki
tubuh otoritas yang merumuskan batas-batas dogma.[1]
Oleh karena itu disini penulis akan menjelaskan asl usul nama Hindu dan
bagaimna sejarah India Kuno.
B.
Asal Usul Nama Hindu
Pendiri Hinduisme tidak diketahui dan titik
awalnya merujuk pada masa pra-sejarah. Hinduisme juga merupakan tradisi
religious utama yang tertua. Menurut Yong Choon Kim, Hinduisme juga seringkali
disebut sebagai agama ahistoris dan nonhistoris, karena tidak memiliki awal
sejarah dan tidak ada pendiri tunggal. Menurut tradisi, seseorang tidak dapat
menjadi seorang Hindu kecuali ia dilahirkan dalam keluarga Hindu.
Sebelum kata “Hindu” dan “Hinduisme”
diterima, ada istilah-istilah yang diperkenalkan oleh orang asing, yakni: orang
Persia, Yunani dan Inggris. Umat Hindu menyebut tradisi mereka sebagai Vaidika
Dharma, Artinya Dharmanya weda.[2]
Dalam bahasa Persia,
kata Hindu berakar dari kata Sindhu
(Bahasa
Sanskerta). Dalam Reg Weda, bangsa Arya menyebut wilayah
mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat
daya anak
benua India, yang salah satu sungai tersebut
bernama sungai Indus).
Hal ini mendekati dengan kata Hapta-Hendu yang termuat dalam
Zend Avesta — sastra suci dari
kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada
masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu.
Hindu sendiri sebenarnya baru terbentuk setelah Masehi ketika beberapa kitab
dari Weda digenapi oleh para brahmana. Pada zaman munculnya agama Buddha, agama
Hindu sama sekali belum muncul semuanya masih mengenal sebagai ajaran Weda.[3]
Riwayat Hinduisme yang diketahui paling dini
terdapat pada peradaban Lembah Sungai Indus. Kata itu sendiri berasal dari
bahasa Sansekerta untuk Sungai Indus, Sidddhu,
kata yang oleh bangsa Persia kuno diucapkan sebagai “Hindu”. Tidak lama
sebelumnya kata itu digunakan untuk menyebut semua bangsa India pada umumnya,
tetapi sekarang kata itu hanya digunakan untuk menyebut pengikut Hinduisme.[4]
Agama
Hindu lahir dan berkembang pertama kalinya dilembah sungai suci Sindhu di
India. Agama Hindu adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India.
Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme)
yang merupakan kepercayaan sebangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun
3102 SM sampai 1300 SM. Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia
setelah agama Kristen
dan Islam dengan
jumlah umat sebanyak hampir 1 miliar jiwa.
Penganut
agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India.
Di sini terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar
di Asia
Tenggara sampai kira-kira abad ke-15,
lebih tepatnya pada masa keruntuhan Majapahit.
Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama Islam dan juga Kristen. Pada
masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah
masyarakat Bali,
selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa, Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan),
Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap).[5]
Agama ini timbul dari bekas–bekas runtuhan
ajaran–ajaran Weda dengan mengambil pokok pikiran dan bentuk–bentuk rupa India
purbakala dan berbagai kisah dongeng yang bersifat rohani yang telah tumbuh
disemenanjung itu sebelum kedatangan bangsa Arya. Dengan sebab ini para
peneliti menganggap Agama Hindu sebagai kelanjutan dari ajaran – ajaran Weda
dan menjadi bagian dari proses evolusinya. Menurut para sarjana, agama hindu
terbentuk dari campuran antara agama India asli dengan agama atau kepercayaan
bangsa Arya.[6]
Agama Hindu adalah suatu agama yang
berevolusi dan merupakan kumpulan adat-istiadat dan kedudukan yang timbul dari
hasil penyusunan bangsa Arya terhadap kehidupan mereka yang terjadi pada satu
generasi ke generasi yang lain sesudah mereka datang berpindah keIndia dan
menundukkan penduduk aslinya serta membentuk suatu masyarakat sendiri diluar
pengaruh penduduk asli itu.[7]
Sejarah agama Hindu dimulai dari zaman perkembangan
kebudayaan–kebudayaan besar di Mesopotamia dan Mesir. Karena rupanya antara
tahun 3000 dan 2000 sebelum Masehi dilembaga sungai Indus sudah ada bangsa–bangsa
yang peradapannya menyerupai kebudayaan bangsa Sumeria di daerah sungai Eufrat
dan Tigris, maka terdapat peradapan yang sama di sepenjang pantai dari laut
Tengah sampai ke Teluk Benggal. Penduduk India pada zaman itu terkenal sebagai
bangsa Dravida. Bangsa Dravida adalah bangsa yang berkulit hitam dan berhidung
pipih, berperawakan kecil dan berambut keriting. Sistem kepercayaan bangsa
dravida sebelum masuknya agama Hindu. Bangsa Dravida melahirkan budaya
pertapaan menyiksa diri yang beranggapan bahwa jiwa itu tidak sama dengan
badan, jika mereka menyatukan badan dengan jiwa maka itu dianggap sebagai
bentuk kekekalan. System kepercayaannya seperti orang meditasi, bertapa
mengembara, selimbat (tidak menikah), melatih fikiran, mencari jalan kematian
dan kelahiran (mencapai kebebasan).
Antara tahun 2000 dan 1000 sebelum Masehi dari
sebelah utara masuk ke India kaum Arya, yang memishkan diri dari kaum
sebangsanya di Iran yang memasuki India melalui jurang–jurang di pegunungan
Hindu Kush. Bangsa Arya adalah bangsa yang berkulit putih dan berbadan tanggap,
bentuk hidungnya melengkung sedikit. Kepercayaan bangsa Arya sebelum masuk
agama Hindu, Pada awalnya bangsa Arya belum mengenal sistem
kepercayaan yang mapan dan terorganisir. Mereka melakukan pemujaan-pemujaan
yang ditujukan pada fenomena-fenomena alam, seperti; sungai, gunung dan pegunungan,
laut, halilintar, matahari, bulan bintang, batu-batu besar, pohon-pohon besar,
dan lain-lain. Tetapi terkadang
fenomena alam menjadi sesuatu yang menakutkan bagi mereka, yang mereka anggap
alam menjadi marah, murka, bahkan mengamuk. Dengan pengalaman tersebut, mereka memulai melakukan
pemujaan-pemujaan terhadap fenomena-fenomena alam tersebut bertujuan untuk
menentramkan fenomena-fenomenaalam yang mereka anggap sebagai penganggu. Bangsa Arya mempunyai tahap-tahap dalam
system keprcayaan yaitu
1.
Totheisme atau Totemisme atau
Antrophomorphisme, adalah tahap di mana persembahan yang mereka berikan
masih sangat sederhana kepada fenomena-fenomena alam (sungai, batu, guning,
pohon, dan sebagainya).
2.
Polytheisme, pada tahap ini mereka
beranggapan bahwa fenomena-fenomena alam tersebut dianggap memiliki suatu
kekuatan dan mereka menganggapnya sebagai dewa. Mereka mulai memuja dewa-dewa
seperti; Dewa Air (Baruna), Dewa Matahari (Suriya), Dewa Angin (Bayu), dan
lain-lain.
3.
Henotheisme, di tahap ini mereka
cenderung memfavoritkan pada dewa-dewa tertentu untuk suatu periode, sehingga
kefavoritan menjadi berganti-ganti unutk satu periode sesuai dengan keadaan.
Bila pada musim kemarau, mereka memuja dan memfavoritkan kepada Dewa Hujan,
pada musim bercocok tanam mereka memuja Dewa Air, dan sebagainya.
4.
Monotheisme, pada
tahap ini mereka hanya memuja pada satu dewa yang mereka kenal sebagai dewa
pencipta segalanya (Pajapati), mereka beranggapan bahwa Pajapati adalah sebagai
pencipta alam semesta. Pajapati sering dianggap sebagai dewa yang bertugas
menciptakan semua hal dan kemudian berkembang gagasan tentang Brahma. Dari
tahap Antrophomorphisme, Polytheisme, kemudian tahap Henotheisme, sampai pada
tahap Monotheisme itu disebut tahap Yadnya Marga atau Karma Marga, karena
mereka cenderung masih melakukan upacara-upacara persembahan atau upacara
kurban dengan tujuan agar mendapatkan berkah, pahala, kebahagiaan, dan
keselamatan.
5.
Monisme atau Pantheisme,
adalah tahap di mana mereka tidak lagi menyembah dewa-dewa. Mereka meyakini
atau berprinsip bahwa ada suatu sumber dari segala sesuatu, yaitu yang mereka
namakan sebagai Roh Universal (Maha Atman). Dan mereka juga meyakini bahwa
setiap benda atau bentukan memiliki Roh Individu yang mereka namakan Puggala
Atman. Di tahap ini yang semakin berkembang mereka melakukan suatu pencarian,
bagaimana agar Puggala Atman dapat bersatu dengan Maha Atman.[8]
Setelah bangsa Arya menempati sungai Indus,
bercampurlah mereka dengan penduduk asli bangsa Dravida. Semula orang
beranggapan bahwa kebudayaan India itu seluruhnya merupakan kebudayaan yang
dibawa oleh bangsa Arya, tetepi setelah penggalian–penggalian di Mohenjo Daro
dan Hatappa, berubah pandangan orang. Ternyata kebudayaan bangsa Arya lebih
rendah dari pada bangsa Dravida. Jadi dapat dikonstatasi dengan jelas, bahwa agama Hindu tumbuh dari
dua sember yang berlainan, tumbuh dari perasaan dan pikiran keagamaan dua
bangsa yang berlainan, tetapi kemudian lebur menjadi satu.[9]
C. Sejarah India Kuno
Penemuan kebudayaan di sungai India kuno, berawal
pada abad ke-19 (tahun 1870), dan mulai dieksplorasi oleh bangsa Inggris.
Hingga sekarang, penggalian kebudayaan sungai India kuno tidak pernah berhenti,
bahkan menemukan lagi sebuah aliran sungai kuno lainnya, pada dua sisi aliran
sungai kuno ini tidak sedikit ditemukan juga peninggalan kuno lainnya. Di dalam
sejarah India kuno terdapat perdapan Lembah sungai Indus, peradaban Mohenjodaro
dan Harappa, Invansi bangsa Arya.
1. Peradaban Lembah Sungai Indus
(gambar peradaban Lembah sungai
Indus. Setelah mendiami
areal seluas ukuran Eropa barat di wilayah yang sekarang Pakistan dan India
barat, daerah itu dihuni sejak tahun 7000 SM. Meskipun menjadi salah satu
peradaban kuno terbesar, tidak banyak yang diketahui tentang peradaban Harappa,
terutama karena bahasa mereka belum bisa diterjemahkan.)
Peradaban Lembah Sungai
Indus, 2800 SM–1800 SM, merupakan sebuah peradaban kuno yang hidup sepanjang
Sungai Indus dan Sungai Ghaggar-Hakra yang sekarang Pakistan dan India Barat.
Peradaban ini sering juga disebut sebagai Peradaban Harappan Lembah
Indus, karena kota
penggalian pertamanya disebut Harappa, atau juga Peradaban Indus
Sarasvati karena Sungai Sarasvati yang mungkin kering pada akhir 1900
SM. Panjang
Sungai Indus kurang lebih 2900 kilometer. Pemusatan terbesar dari Lembah Indus berada di timur Indus, dekat
wilayah yang dulunya merupakan Sungai Sarasvati kuno yang pernah mengalir.[10]
Sisa peradaban Lembah Sungai Indus ditemukan peninggalannya di dua kota,
yaitu Mohenjodaro dan Harappa. Kebudayaan Indus ini didukung oleh bangsa
Dravida yang berbadan pendek, berhidung pesek, berkulit hitam, berambut
keriting. Kebudayaan Indus berhasil diteliti oleh seorang arkeolog Inggris, Sir
John Marshal, yang dibantu Banerji (orang India).[11]
Mata pencaharian bangsa
Dravida adalah bercocok tanam, yang dibuktikan dengan ditemukannya cangkul,
kapak, dan patung Dewi Ibu yang dianggap lambang kesuburan. Hasil pertanian
berupa gandum dan kapas. Sudah ada saluran irigasi untuk mencegah banjir serta
untuk pengairan sawah-sawah rakyat. Dalam perdagangan terlihat adanya hubungan
dengan Sumeria di Lembah Eufrat dan Tigris, yang diperdagangkan adalah keramik
dan permata.
Perkembangan kepercayaan Lembah Sungai Indus. Masyarakat
Lembah Sungai Indus telah mengenal cara penguburan jenazah, tetapi, hal ini
disesuaikan dengan tradisi suku bangsanya. Di Mohenjodaro contohnya,
masyarakatnya melakukan pembakaran jenazah. Asumsi ini didapat karena pada
letak penggalian Kota Mohenjodaro tidak terdapat kuburan. Jenazah yang sudah
dibakar, lalu abu jenazahnya dimasukkan ke dalam tempayan khusus. Namun ada
kalanya, tulang-tulang yang tidak dibakar, disimpan di tempayan pula. Objek
yang paling umum dipuja pada masa ini adalah tokoh “Mother Goddess”, yaitu tokoh
semacam Ibu Pertiwi yang banyak dipuja orang di daerah Asia Kecil. Mother
Goddess digambarkan pada banyak lukisan kecil pada periuk belanga,
materai, dan jimat-jimat. Dewi-dewi yang lain nampaknya juga digambarkan dengan
tokoh bertanduk, yang terpadu dengan pohon suci pipala. Ada juga seorang dewa
yang bermuka 3 dan bertanduk. Lukisannya terdapat pada salah satu materai batu
dengan sikap duduk dikelilingi binatang. Dugaan ini diperkuat dengan
ditemukannya gambar lingga yang merupakan lambang Dewa Siwa. Namun, kita juga
tidak dapat memastikan, apakah wujud pada materai tersebut menjadi objek
pemujaan atau tidak. Meskipun demikian, dengan adanya bentuk hewan lembu jantan
tersebut, pada masa kemudian, bentuk hewan seperti ini dikenal sebagai Nandi,
yaitu hewan tunggangan Dewa Siwa.Sudah
mengenal sistim kepercayaan menyembah banyak dewa (politeisme) serta segala
sesuatu yang dianggap keramat. Contohnya adalah pohon pipal dan beringin yang
oleh umat Buddha dianggap pohon suci, binatang yang dipuja adalah gajah dan
buaya.
Kita
tidak tahu banyak tentang peradapan Lembah Indus. Namun, patung-patung para
dewi yang dibuat pada zamannya memberi kesan bahwa orang-orang Lembah Indus
sangat menekankan pentingnya kesuburan wanita. Beberapa dewa dan dewi Hindu,
seperti Shiva, mungkin merupakan keturunan dari para dewi yang hidup pada zaman
sebelumnya.[12]
2. Peradaban Mohenjodaro dan Harappa
Munculnya peradaban Harappa lebih awal
dibanding kitab Veda, saat itu bangsa Arya belum sampai India. Waktunya adalah
tahun 2500 sebelum masehi, bangsa Troya mendirikan kota Harappa dan
Mohenjondaro serta kota megah lainnya didaerah aliran sungai India. Tahun 1500
sebelum masehi, suku Arya baru menjejakkan kaki di bumi India Kuno. Asal mula
peradaban India, berasal dari kebudayaan sungai India, mewakili dua kota
peninggalan kuno yang paling penting dan paling awal dalam peradaban sungai
India, yang sekarang letaknya di kota Mohenjodaro, propinsi Sindu Pakistan dan
kota Harappa dipropinsi Punjabi.
Mohenjo-daro adalah salah satu situs dari sisa-sisa
permukiman terbesar dari Kebudayaan Lembah Sungai Indus, yang terletak di
propinsi Sind, Pakistan. Dibangun pada sekitar tahun 2600 SM, kota ini adalah
salah satu permukiman kota pertama di dunia, bersamaan dengan peradaban Mesir Kuno,
Mesopotamia dan Yunani Kuno. Arti dari Mohenjo-daro adalah “Bukit orang
mati”. Seringakali kota tua ini disebut dengan “Metropolis Kuno di Lembah
Indus”.
(Peta kota Mohenjodaro dan
Happah. Pembangunan kota Harappa adalah pada masa sebelum bangsa Arya memasuki
wilayah peradaban Lembah Hindus, yakni sekitar 2500 SM. Bangsa asli India
mendirikan kota megah dikawasan ini hingga tahun 1500 SM ketika bangsa Arya
mulai bercampur dengan penduduk asli)
Harappa ialah sebuah kota di Punjab, timur
laut Pakistan sekitar 35 km tenggara Sahiwal. Kota ini terletak di bantaran
bekas Sungai Ravi. Munculnya peradaban Harappa lebih awal dibanding kitab Veda,
saat itu bangsa Arya belum sampai India. Waktunya adalah tahun 2500 sebelum
masehi, bangsa Troya mendirikan kota Harappa dan Mohenjondaro serta kota megah
lainnya didaerah aliran sungai India. Kota modernnya terletak di sebelah kota
kuno ini, yang dihuni antara tahun 3300 hingga 1600 SM. Di kota ini banyak ditemukan
relik dari masa Budaya Indus, yang juga terkenal sebagai budaya Harappa.
Harappa memiliki lay-out kota yang sangat canggih.[13]
Mohenjodaro
dan Harappa merupakan kota terbesar yang berada di lembah sungai Indus.
Mohenjo-daro dan Harappa merupakan peradaban yang tinggi nilainya, yang
ditandai dengan adanya kota yang teratur penataannya. Rancangan kota
Mohenjodaro dan Harappa termasuk kota pertama di dunia yaitu menggunakan
sanitasi sistem. Penataan masa pembangunan yang diterapkan oleh kota Mohenjodaro
adalah organisasi grid. Jalan yang ada berupa saling tegak lurus dan berjajar
sehingga membentuk blok-blok (berupa kotak-kotak) yang digunakan sebagai tempat
pendirian bangunan. Konsep ini dapat dilihat pada penataan kawasan perumahan
modern maupun apartemen yang tiap rumah tertata sangat rapih dan berada dijalur
lurus.
Didalam
kota rumah-rumah individu atau kelompok dibangun dalam suatu pemukiman dengan
memungkinkan sirkulasi udaranya, dengan jalan agar selalu mendapatkan udara yang
segar. Dengan kata lain sistem sirkulasi udara di Mohenjodaro pada waktu itu
sudah ada. Air yang berada dirumah-rumah bersal dari sumur. Dari sebuah ruangan
yang tampaknya terlah disishkan untuk mandi, air limbah diarahkan kesaluran
tertutup yang berbasis di jalan utama. Indus kuno sistem pembuangan air kotor
dan saluran air yang dikembangkan dan digunakan dikota-kota diseluruh wilayah
Indus jauh lebih maju dari pada yang ditemukan di lokasi perkotaan kontemporer
di Timur Tengah dan bahkan lebih efisien dari pada yang ada di banyak daerah di
Pakistan dan India. Mohenjodaro dan Harappa juga menggunakan sistem irigasi,
hal ini dilihat dari pembuatan pemukiman sudah dipertimbangkan agar rumah-rumah
tidak terkena banjir dengan membuat jalan air. Semua rumah memiliki fasilitas
air dan saluran air. Saluran air kota yang digunakan sebagai pembuangan air
dibangun dibawah tanah dengan menggunakan bahan batu bata.
Mengingat
banyaknya patung-patung ditemukan di lembah Indus telah secara luas menyatakan
bahwa orang-orang Mohenjodaro dan Harappa menyembah patung yang di sebut ibu
dewi yang melabangkan kesuburan. Beberapa lembah Indus menunjukan swastika yang
dikemudian hari, agama dan mitologi, khususnya di India agama-agama Hinduisme dan
Jainisme. Bukti paling awal unsur-unsur Hindu yang ada sebelum dan sesudah awal
periode harappa ditemukan simbol-simbol Hindu yang berupa siva lingam.
Kota
Mohenjodaro dan Harappa hilang menjadi kota mati sekitar tahun 1750 SM.
Beberapa faktor yang mengakibatkan penduduknya meninggalkan kota adlah adanya
invansi yang dilakukan oleh bangsa Arya ke daerah peradaban Hindustan pada
sekitar tahun tersebut. Pada tahun itu hingga 1000 tahun setelahnya, tidak ada
pembanguna kota dengan peradaban tinggi
lagi di wilayah tersebut.
Puing-puing
bekas bangunan yang masih berada di kota tersebut tampak sangat teratur dalam
penataannya. Puing-puing tersebut terbuat dari bahan yang sama, yakni batu bata
tanah liat. Kondisi masa lalu memperlihatkan bahwa system kota yang di terpakan
di kota Mohenjodaro dan Harappa sudah sangat maju dengan adanya teknik penataan
kota seperti masa sekarang, yakni adanya pola jalan raya dan adanya saluran air
bawah tanah.
3.
Invansi Bangsa Arya
Pendukung peradaban Lembah Sungai Gangga
adalah bangsa Arya. Mereka datang dari daerah Kaukasus dan menyebar ke arah
timur. Bangsa Arya memasuki wilayah India antara tahun 200-1500 SM, melalui
Celah Kaibar di Pegunungan Hirnalaya dan Widya Kedna.
Bangsa Arya adalah bangsa peternak
dengan kehidupan yang terus mengembara. Setelah berhasil mengalahkan bangsa
Dravida di Lembah Sungai Indus dan menguasai daerah yang subur, akhirnya mereka
hidup menetap.
Selanjutnya, mereka menduduki Lembah Sungai
Gangga dan terus mengembangkan kebudayaannya. Kebudayaan campuran antara
kebudayaan bangsa Arya dengan bangsa Dravida dikenal dengan sebutan kebudayaan
Hindu.
Perkembangan sistem pemerintahan di Lembah
Sungai Gangga merupakan kelanjutan sistem pemerintahan masyarakat di daerah
Lembah Sungai Indus. Runtuhnya Kerajaan Maurya menjadikan keadaan kerajaan
menjadi kacau dikarenakan peperangan antara kerajaan-kerajaan kecil yang ingin
berkuasa. Keadaan yang kacau, mulai aman kembali setelah munculnya
kerajaan-kerajaan baru. Kerajaan-kerajaan tersebut di antaranya Kerajaan Gupta
dan Kerajaan Harsha.[14]
Selama bertahun-tahun kita mengetahui bahwa
Bangsa Arya datang menginvasi bangsa Dravida. Mereka meninggalkan daerahnya
karena telah terjadi desakan bangsa-bangsa. Kedatangannya di India harus
menyingkirkan terlebih dulu masyarakat sebelumnya, yakni masyarakat pendukung
kebudayaan Mohenjodaro dan Harappa yaitu bangsa Dravida yang berciri-ciri berhidung
pipih, bibir tebal, serta kulit hitam (menurut kitab Veda). Dengan kemajuan
kebudayaannya, mereka dapat menggeser suku bangsa Dravida ke arah selatan, ke
wilayah yang kurang subur.
Veda dibawa oleh bangsa Arya yang memenangkan
perang dengan bangsa Dravida yang lebih dahulu menempati lembah sungai Indus.
Ini artinya bahwa kitab Veda bukan berasal dari India tapi dibawa dan
berkembang di India. Kitab Veda yang dibawa oleh bangsa Arya dibuat setelah
kebudayaan Mohenjodaro dan Harappa runtuh, sekitar 1500 SM. Setelah bangsa Arya
berhasil mengusir suku bangsa Dravida, ia menetap di lembah sungai Indus, pasca
runtuhnya kota Mohenjodaro dan Harappa.[15]
Referensi
·
Ali, Matius. FILSAFAT
INDIA Sebuah Pengantar Hinduisme & Buddihisme. Karang Mulya: Sanggar
Luxor, 2010.
·
Ali, A. Mukti. Agama-Agama
Dunia. Yogyakarta: IAIN sunan Kalijaga Press, 1988.
·
http://pendidikan-hery.blogspot.com/2012/04/makalah-sejarah-kebudayaan-kota-harappa.html
·
http://rykers.blogspot.com/2010/11/teori-invasi-bangsa-arya-oleh-max.html
·
id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu
·
Keene, Michael. Agama-Agama
Dunia. Yogyakarta: Kansius, 2006.
·
Manaf, Mudjahid Abdul. Sejarah Agama-Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994.
·
Shalaby, Ahmad. Agama-Agama
Besar India (Hindu – Jaina – Budha). Jakarta: Bumi Aksara, 1998.
[1] Matius Ali, FILSAFAT INDIA Sebuah
Pengantar Hinduisme & Buddihisme, Sanggar Luxor, karang mulya 2010, cet:1,
h. 15
[2] Matius Ali, op.cit., h. 3-4
[3] id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu
[4] Michael Keene, Agama-Agama
Dunia, Kansius, Yogyakarta 2006, h. 10
[5] id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu
[6] Ali, A. Mukti. Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: IAIN
sunan Kalijaga Press, 1988. h. 93-94
[7]
Ahmad Shalaby, Agama-Agama Besar India (Hindu – Jaina – Budha), Bumi Aksara,
Jakarta 1998, h. 18-19
[8] http://www.google.co.id/search?hl=id&output=search&sclient=psy-ab&q=surat+dari+tahun+2070&btnG=
[9] Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah
Agama-Agama, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta 1994, h. 8
[10]
http://peradabankuno.wordpress.com/india/peradaban-lembah-sungai-indus/
[12]Michael Keene, Agama-Agama Dunia,
Kansius, Yogyakarta 2006, h. 10-11
[13]
http://pendidikan-hery.blogspot.com/2012/04/makalah-sejarah-kebudayaan-kota-harappa.html
[14]
http://peradabankuno.wordpress.com/india/peradaban-lembah-sungai-indus/
[15]
http://rykers.blogspot.com/2010/11/teori-invasi-bangsa-arya-oleh-max.html
0 komentar:
Posting Komentar