Pemikiran Mahatma Gandhi Dan Sumbangannya Terhadap Agama Hindu
A.Pendahuluan
Perjuangan Gandhi untuk
meraih kemerdekaan tidak lepas dari ajaran-ajarannya(utamanya dari ajaran agama
Hindu) yang dipraktikkan dalam hidupnya.Dalam menjalankan Aksi perlawanannya,ia
selalu mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan sebagai basis dasar
gerakannya.Untuk memahami lebih jauh ajaran atau prinsip-prinsip anti kekerasan
gandhi.
Pada kesempatan ini, kami mencoba untuk mengulas pergulatan Gandhi
dalam menggali pengalaman hidupnya yang banyak terinspirasi dari kitab-kitab
suci, seperti al-Kitab, al-Quran, Bhagavad Gita dan lainnya. Yang pada gilirannya,
dari pergulatan inilah Gandhi memperoleh spirit gagasan Ahimsa,
Satyagraha, Swadesi, Hartal.
B. Pemikiran-pemikiran
Gandhi
Ajaran dan sosok Gandhi telah menjadi milik
dunia. Ia telah mendarmabaktikan pemikiran dan hidupnya untuk memajukan dunia,
mewujudkan perdamaian abadi yang dilandasi kebenaran, keadilan, dan cinta kasih
yang tulus. Gandhi terkenal sebagai seorang experimenter dalam pengembangan
‘perang’ tanpa kekerasan. Salah satunya adalah kemanjuran strategi kebenaran
dan diplomasi dengan prinsip satyagraha dan ahimsa disamping
swadesi
,dan Hartal.
Aksi Sosial Gandhi Melawan Penindasan
Seperti telah disinggung di muka, Gandhi adalah
seorang Jainis yang mana di dalam aliran ini (Jainisme) memiliki paham bahwa
meneruskan hidup berarti selalu aktif secara fisik, kata-kata dan pikiran. Itu
berarti bahwa manusia harus selalu aktif dalam melaksanakan tugas sehari-hari.
Keaktifan ini harus juga berhadapan dengan pelbagai situasi kemanusiaan seperti
suka dan duka, untung dan malang. Namun, yang paling penting ialah bagaimana
kita dapat membangun diri kita dalam situasi-situasi itu. Sukses dan keberhasilan
adalah sesuatu yang diusahakan dan dicari.[1]
Kemerdekaan India atas penjajahan Inggris tidak
lepas dari peran perjuangan Gandhi. Bangsa India dapat mencapai kemerdekaannya
pada tanggal 15 Agustus 1947 dengan cara damai dan pantang kekerasan. Perjuangan
Gandhi untuk meraih kemerdekaan India tidak lepas dari ajaran-ajarannya yang ia
praktekkan dalam hidupnya. Gandhi dalam menjalankan aksi perlawanannya selalu
mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan sebagai basis dasar gerakannya. Beberapa
gerakan tersebut antara lain sebagai berikut:
Ø Ahimsa
Secara
harfiah ahimsa berarti “tidak menyakiti”, tetapi menurut ghandi pengertian
seperti itu belum cukup, menurutnya ahimsa berarti menolak keinginan untuk
membunuh dan tidak membahayakan jiwa,
tidak menyakiti hati,tidak membenci,tidak membuat marah,tidak mencari
keuntungan diri sendiri dengan meperalat serta mengorbankan orang lain.Ghandi memandang ahimsa dan
kebenaran (satya) ibarat saudara kembar yang sangat erat, namun membedakannya
dengan jelas bahwa ahimsa merupakan sarana mencapai kebenaran, sedangkan kebenaran
(satya) sebagai tujuannya.[2]
Pengertian
ahimsa sebagai sebagai suatu sarana berarti tidak mengenal kekerasan untuk
mencapai kebenaran, baik dalam wujud pikiran,ucapan,maupun tindakan. Justru
kebalikannya,ahimsa harus menciptakan suasana membangun ,cinta,dan berbuat bauk
kepada orang lain meskipun orang lain itu telah menyakitinya,bahkan terhadap
musuhnya sekalipun.
Ø Satyagraha
Secara
harfiyah satyagraha berarti suatu pencarian kebenaran dengan tidak mengenal
lelah. Berpegang teguh pada kebenaran
artinya satyagraha merupakan jalan hidup seorang yang
berpegang teguh terhadap tuhan yang maha esa dan mengabdikan seluruh hidupnya
pada Tuhan Yang Maha Esa.Karena jalan satu-satunya untuk mencapai tujuan ini
adalah dengan sarana ahimsa,maka satyagraha juga berarti”mengejar tujuan benar
dengan sarana ahimsa.
Ø Swadesi
Pengertian
swadesi adalah cinta tanah air sendiri,cara mengabdi kepada masyarakat yang
sebaik-baiknya kepada lingkungannya sendiri lebih dahulu. Ghandi secara jelas
memberikan urutan swadesi ini,yaitu pengabdian diri untuk keluarga,pengorbanan
keluarga untuk desa,desa untuk keluarga dan negara untuk kemanusiaan.Maksud
Ghandi agar swadesi ditaati untuk menciptakan ketentraman dunia,sedangkan
pengingkaran terhadapnya mengakibatkan kekacauan.Pelaksanaan swadesi ini antara
lain:Sebisa-bisanya agar membeli segala keperluan dari dalam negeri dan tidak
membeli barang-barang import,bila barang-barang tersebut dapat dibuat dalam
negri sendiri.Melihat situasi dan kondisi waktu itu kemungkinan untuk
melaksanakan anti import barang-barang asing sebagai protes dan boikot terhadap
kaum penjajah.
Ø Hartal
Hartal
semacam pemogokan nasional,toko-toko ditutup sebagai protes politik dan para
pekerja melakukan pemogokan massal.Untuk pertama kalinya Ghandi memutuskan
untuk menentang pemerintah kolonial Inggris di india. Ia Memutuskan
melaksanakan hartal.ia mengatakan bahwa suatu hari kegiatan dagang harus
dihentikan,toko-toko tutup,dan pekerja –pekerja mogok.Hartal ini merupakan
permulaan dari perjuangan selama 28 tahun, yang berakhir dengan penjajahan
inggris menghentikan koloninya atas bangsa india. Hartal dilakukan oleh rakyat
india sebagai sebuah protes politik,namun hari-hari mogok itu dihabiskan dengan
berpuasa dan kegiatan keagamaan lainnya.[3]
C.
Konsep Filosofis Tentang Masyarakat
Pandangan yang berbeda tentang konsep
masyarakat banyak dikemukakan oleh para filosof,baik klasik maupun kontemporer.
Perbedaan pandangan tersebut biasanya terjadi karena asumsi dasar yang
mengonstruksi pemikirannya juga berbeda. Itulah sebabnya, konsepsi masyarakat
menjadi banyak variannya tergantung dari sudut pendekatan yang digunakan.
D.
Masyarakat Tanpa Kekerasan Menurut Gandhi
Pada dasarnya gagasan Gandhi tentang masyarakat
tidak bisa dilepaskan dari gagasan pokoknya tentang prinsip-prinsip pola reaksi
antar manusia untuk hidup berdampingan secara damai, toleran, dan jauh dari
perilaku kekerasan. Pola relasi
antarmanusia yang kemudian berada dalam suatu tempat adalah jaminan pertama dan
utama yang membentuk masyarakat. Artinya, masyarakat adalah suatu komunitas
yang terjadi dan terbentuk dari proses relasi antarmanusia yang menduduki suatu
wilayah tertentu.
Gandhi berkeyakinan bahwa manusia adalah makhluk yang kompleks
dan unik yang slalu mengalami proses perkembangan dari Himsa menuju Ahimsa.
Manusia sebagai makhluk otonom misalnya,selalu berusaha sekuat tenaga untuk
membangun hubungan baik dengan sesama. Itulah yang memberikan suatu pendasaran
tentang konsepsi masyarakat bagi Gandhi, Bahwa masyarakat terbentuk karena
kehadiran manusia sebagai makhluk otonom dan berkorelasi. Faktor berkorelasi
tersebut memberikan suatu ikhtiar bagi manusia untuk tidak memusnahkan manusia
lainnya dan menghindarkan diri dari perilaku himsa atau kekerasan.
Menurut Gandhi , dalam setiap pengabdian dalam
masyarakat, tidaklah mungkin saling melepaskan diri dari bagian-bagiannya.
Kewajiban sesorang terhadap dirinya sendiri, kepada keluarganya,kepada
bangsanya dan kepada seluruh dunia,
misalnya,kepada bangsanya dan kepada seluruh dunia,misalnya mutlak,mutlak
saling berkaitan.Tidak mungkin seseorang berjasa kepada tanah airnya dengan
merugikan diri sendiri atau keluarganya.Sehingga wujud dari pengabdian seseorang
kepada masyarakat adalah membangun secara bersama-sama kepentingannya
masing-masing dengan tetap mengedepankan kepentingan bersama.[4]
D. Gandhi dan Agama Hindu
Gandhi adalah seorang Hindu ortodok tapi juga
seorang reformator Hindu sebab ia mempraktikan apa yang ia sampaikan.
Bagi Gandhi kebenaran juga adalah kesadaran akan kesatuan diri kita
dengan seluruh universium atau meleburnya jiwa (merging) individual ke dalam
jiwa universal. Sementara dalam agama Hindu terdapat beberapa ajaran tentang
pengakuan adanya realitas tertinggi, ajaran tentang jiva (jiwa), ajaran tentang
karma, dan ajaran tentang pelepasan atau pembebasan.
Ajaran-ajaran di atas memiliki hubungan
yang erat dengan Mahatma Gandhi yang juga seorang Jainis. Berkat Gandhi, agama
Hindu memiliki tempat yang berarti bagi kehidupan kemanusiaan. Karena, Gandhi
adalah seorang sannyasin asketis yang meniadakan pembatas antara hidup doa dan
tindakan atau perbuatan sehari-hari, antara agama dan politik. Namun, baginya
masih memilki keterkaitan sebab yang terbatas dan tak terbatas tidak terpisah
tapi saling berhubungan secara mendalam. Tidak ada konflik antara keadaan
pembebasan dengan keadaan terbelenggu (bondage), antara dharma sebagai
kewajiban moral dan mokhsa. Mokhsa bersifat individual sekaligus universal yang
merupakan buah dari dharma setiap orang dan dharma komunitas.
E.
Penghargaan untuk gandhi
Gandhi tidak pernah
menerima Penghargaan perdamaian nobel, meski dia dinominasikan lima kali antara
1937 dan 1948. Beberapa dekade
kemudian, hal ini disesali secara umum oleh pihak Komite Nobel. Ketika Dalai Lama dianugerahi
Penghargaan Nobel pada 1989, ketua umum Komite
mengatakan bahwa ini merupakan "sebuah bentuk mengenang Mahatma
Gandhi".
Museum elektronik Nobel
mempunyai artikel mengenai hal tersebut. [5]
Sepanjang hidupnya,
aktivitas Gandhi telah menarik berbagai komentar dan opini. Misalnya, sebagai
penduduk Kerajaan Britania, Winston Churchill pernah berkata "Menyedihkan...melihat Mr. Gandhi, seorang
pengacara Kuil Tengah yang menghasut, sekarang tampil sebagai seorang fakir yang
tipenya umum di Timur, menaiki tangga Istana Viceregal dengan badan setengah-telanjang." Begitu juga dengan Albert Einstein yang berkomentar
berikut mengenai Gandhi: "(Mungkin) para generasi berikut akan sulit
mempercayai bahwa ada orang seperti ini yang pernah hidup di dunia ini."
Karya Mahatma Gandhi
tidak terlupakan oleh generasi berikutnya. Cucunya, Arun Gandhi dan Rajmohan Gandhi dan bahkan anak
cucunya, Tushar Gandhi, adalah aktivis-aktivis sosio-politik yang terlibat dalam mempromosikan
non-kekerasan di seluruh dunia.
Kata kebajikan yang
dikenang Mahatma Gandhi:
“
|
Cinta
tidak pernah meminta, ia sentiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi
tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ
ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan.
|
”
|
“
|
Jadilah
kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya
kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu semua orang menangis sedih,
tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum.
|
REFERENSI
v Gandhi,
M. K., Mahatma
Gandhi; Sebuah Autobiografi, terj. Andi Tenri W, Yogyakarta:
Narasi, 2009
v Gandhi,
Mahatma, Kehidupan
Ashram dari Hari ke Hari, terj. Gedong Bagus Oka, Denpasar :
Yayasan Bali
v http://id.wikipedia.org/wiki/Warisan_ajaran_Gandhi_di_Indonesia
v I Ketut Wisarja, Gandhi dan masyarakat tanpa
kekerasan,2007,Surabaya:PT.Paramita
http://en.wikipedia.org/wiki/Mohandas_Karamchand_Gandhi
0 komentar:
Posting Komentar