A.
PENDAHULUAN
Ajaran agama dalam Hindu didasarkan pada kitab suci atau susastra
suci keagamaan yang
disusun dalam masa yang amat panjang dan berabad-abad, yang mana di dalamnya
memuat nilai-nilai spiritual keagamaan berikut dengan tuntunan dalam kehidupan
di jalan dharma.
B.
KITAB TANTRA
Tantra adalah cabang
dari agama Hindu. Kebanyakan kitab-kitab Tantra masih dirahasiakan dan arti
sebenarnya dan yang sudah diketahui masih merupakan teka-teki. Kebanyakan
orang-orang Hindu, termasuk para sarjana besar, pada umumnya tidak
mendiskusikan Tantra.
Kata Sansekerta dari
Tantra artinya "memperluas" (to expand). Berbeda dengan agama Hindu
pada umumnya, sebagian dari Tantra percaya kepada kenikmatan hidup material.
Tidak seorangpun mengetahui secara tepat kapan Tantra mulai atau Mahareshi mana
yang memulainya. Bukti menunjukkan bahwa Tantrisme ada selama zaman Weda.
Bahkan Sankara menyebut keberadaannya dalam bukunya Saundarya Lahari. Ada
sekitar seratus delapan buku mengenai Tantra. Tantrisme dan Saktiisme hampir
satu dan sama. Dalam Tantrisme, Istadewa yang dipuja adalah Siwa-Sakti,
kombinasi dari Siwa dan saktinya Parwati.[1]
Mengenai naskah Tantra
ada anggapan bahwa naskah atau kitab tersebut diberikan oleh dewa Siwa kepada
ummat Hindu untuk zaman Kali-yuga,
sekarang ini (satu Kalpa terbagi menjadi 1000 mahayuga dan setiap
mahayuga terdiri dari empat yuga, Krta-Yuga, Trata-Yuga, Dvapara-Yuga, dan
Kali-Yuga.) penyusunannya dilakukan oleh para Resi. Kitab ini penuh dengan
ajaran-ajaran rahasia dan silit dipahami maksudnya. Pada garis besarnya, isi
kitab Tantra merupakan dialog antara Siwa dengan sakti istrinya Parwati yang
menempati kedudukan terpenting sebagai inti kekuatan dewa.[2]
Bagian terbaik dari
Tantra adalah pengetahuannya mengenai energi Kundalini yang luas yang belum
dimanfaatkan di dalam tubuh manusia. Tantra juga melakukan penelitian mengenai
ilmu kimia, astrologi, astronomi, palmistry (ilmu meramal melalui rajah
tangan), cosmologi (ilmu tentang alam semesta, awal, perkembangan, dan
akhirnya) dan bahkan teori atom. Mantra-mantra adalah hadiah dari Tantra kepada
agama Hindu dan dunia. Yantra, sket-sket dan bentuk-bentuk geometral yang
dihubungkan dengan Mantra, juga merupakan hadiah yang sama pentingnya dari
Tantra kepada kemanusiaan.
1.
Menurut Ttantra Saraf Yang Paling Penting
Menurut
Tantra adalah tiga urat saraf yang peling penting, yaitu Sushumna, Ida dan
Pinggala, mulai dari Muladhara Chakra, di dasar tulang belakang. Sushumna
adalah yang paling penting dari semua saraf, atau Nadi, dan ia tidak kelihatan
dan sangat halus. Ia bergerak melalui jaringan pusat dari tulang belakang dan
bergerak jauh sampai titik paling atas dari kepala. Ida dan Pinggala bergerak
paralel dengan Sushumna di sebelah kiri dan kanan dari saraf tulang belakang.
Ida dan Pinggala bertemu dengan Sushumna di Ajna Chakra, titik yang terletak
antara alis mata. Mereka berpisah lagi dan mengalir melalui sisi kiri dan kanan
hidung.
2.
Chakra
Sepanjang Sushumna, ada tujuh pusat-pusat bathin (psychic centers) mulai
dari Muladhara Chakra. Mereka tak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mereka
dipercaya berbentuk seperti bunga teratai dengan warna-warna yang berbeda, dan
masing-masing mengendalikan kegiatan dari organ indriya yang berbeda.
a. Muladhara Chakra (pada dasar dari tulang
belakang) memiliki empat daun bunga dan mengendalikan bau.
b. Swadishthana Chakra
(pada dasar kelamin) memiliki enam daun bunga dan mengendalikan rasa.
c. Manipura Chakra (di
seberang pusar) mempunyai sepuluh daun bunga dan mengendalikan pandangan.
d. Anahata Chakra (sejajar
dengan hati) mempunyai duabelas daun bunga dan mengendalikan sentuhan.
e. Wisuddha Chakra (pada
jakun kerongkongan) memiliki enam belas daun bunga dan mengendalikan
pendengara.
f. Ajna Chakra (di antara
alis) memiliki dua daun bunga dan mengendalikan pikiran.
g. Sahasrara Chakra
(terletak diatas titik paling atas dari kepala) mempunyai seribu daun bunga.
Disini Yogi telah meperoleh Kesadaran Kosmis.[3]
3.
Kundanili
Menurut Kitab-kitab Tantra, ada kekuatan hebat yang sangat rahasia di dalam
tubuh manusia yang disebut kekuatan Kundalini atau kekuatan ular. Ia berbaring
seperti seekor ular dalam gulungan atau bentuk yang tidak aktif pada dasar dari
tulang belakang di Muladhara Chakra. (Tiga dari saraf yang paling penting dari
tubuh manusia, Sushumna, Ida dan Pinggala, juga berawal dari titik yang sama).
Menurut Tantra, karena kekuatan yang hebat ini tetap tidur (dormant) selama
kehidupan seseorang, kebanyakan orang tidak menyadari keberadaannya. Dipercayai
bahwa ketika seorang manusia mengembangkan spiritualitas dengan meditasi atau
latihan Pranayama, kekuatan ini bangkit ke atas perlahan-lahan melalui saraf
Sushumna. Bergeraknya ke atas secara perlahan dari kekuatan Kundalini ini
dikenal sebagai kebangkitan dari Kundalini.
Kekuatan ini begerak ke atas secara perlahan-lahan dan mantap dan tidak
melesat ke atas dalam satu garis lurus. Ketika melewati setiap pusat batin
(psychic center), orang itu akan memiliki kendali penuh atas organ-organ
indriyanya. Misalnya, bila ia mencapai Manipura Chakra di seberang pusar, orang
itu akan mempunyai kendali penuh atas atas pandangan. Tidak ada Samadhi
(persatuan dengan Tuhan) yang dapat dilakukan tanpa kebangkitan kekuatan ini.
Dikatakan bahwa kekuatan Kundalini melewati keenam Chakra dan akhirnya bersatu
dengan Sahasrara di atas (tiara, crown) dari kepala. Ketika ini terjadi orang
tersebut telah mencapai kesadaran kosmis, bentuk tertinggi dari pengejawantahan
(Tuhan).
Orang-orang Hindu jarang membicarakan tentang Tantra. Karena sifat erotik
dari beberapa bagian kitab-kitab Tantra. Sayangnya, Tantra juga membahas
masalah-masalah magi hitam (black magic) dan latihan-latihan yoga-seks antara
pengikut wanita dan pria. Menurut Tantrisme, tindakan demikian itu akan
membantu para penganut untuk menjelajahi indriya mereka dari pada ditundukkaan
oleh mereka, dan untuk secara nyata mempergunakan energi seksual mereka untuk
peningkatan spiritual. Penganut wanita yang ambil bagian dalam latihan-latihan
erotik ini dianggap seorang Sakti. Terpisah dari apa yang kukatakan di atas,
dalam banyak praktek Tantrik para penganutnya mengikut "Lima M."
Yaitu Madya (anggur), Mamsa (daging), Matsya (ikan), Mudra (nasi keras) dan
Maithuna (persatuan seksual). Selama pelaksanaan upacara tertentu, para
penganut Tantra bahkan mengunakan obat-obatan dan kimia.
Salah satu dari praktek Tantrik dikenal dengan nama Chakra Pooja, atau
"pemujaan melingkar" (circle worship). Dalam upacara ini sejumlah
pasangan laki-laki dan wanita bertemu di tengah malam di tempat yang dipilih,
misalnya sebuah kuburan dan melakukan "hubungan seks suci" (holy
intercouse). Persatuan seks ini sangat rumit dan terperinci, mulai dengan
tindakan-tindakan "pemujaan badan." Banyak dari ukiran dan lukisan
erotik di India mengambarkan kegiatan-kegiatan Chakra Pooja ini. Sekalipun
kebanyakan agama, termasuk agama Hindu (menurut Hukum Manu), melarang hubungan
seks selama menstruasi, Tantra malah mendorongnya dengan keyakinan bahwa selama
periode ini energi seorang wanita ada pada puncaknya. Ada Mudra atau gerak
tangan yang khas Tantrisme, kebanyakan melambangkan kegiatan seksual. Bahkan
lambang AUM tampak dalam banyak Tantra sebagai sebuah simbol mistik yang
menekankan persatuan pria dan wanita. Tantrisme memiliki padanannya dalam
Jainisme dan juga Buddhisme, yang memiliki empat aliran Tantra.
Keberadaan dari Tantra di India adalah contoh lain dari toleransi Hindu. Di
dalam agama lain, proses berpikir seperti dalam Tantrisme sudah ditindas dengan
kekerasan.[4]
C.
KITAB DARSANA
Menurut ummat Hindu, beribu-ributahun lamanya para
Resi dan Muni melakukan meditasi sehingga mampu memperoleh inspirasi dan mampu
menginterpretasikan atau menafsirkan ajaran-ajaran Hindu secara terinci.
Tafsiran tersebut nampak pada kalangan ummat Hindu sebagai aliram-aliran atau
mashab filsfat yang disebut dengan Darsana.[5]
1. Hubungan Veda dengan Darsana
Veda merupakan sabda Brahman, wahyu Tuhan yang menjadi sumber ajaran dan
peganggan hidup agama Hindu, sedangkan Darsana pandangan para Maharsi tentang kebenaran dan kemutlakan ajaran Veda dan alam semesta. Darsana Astika menjadikan Veda sebagai sumber kajian. Yang mana tujuan dari Darsana
adalah untuk memperkuat pemahaman terhadap ajaran suci yang terkandung dalam
Veda. Dengan mendalami Darsana, akan memberikan pencerahan (kejernihan) dalam
mendalami dan mengamalkan ajaran Veda.[6]
2. Pokok-Pokok Ajaran Sad
Darsana
a. Mimasa
Ajaran ini dibangun
oleh Maharsi Jaimini, memberikan dasar rasional bagi pokok-pokok permasalahan
di dalam Kitab Veda. Aliran itu meninjau aspek praktis dari satu persatunya
dengan memperpegangi pengertian-pengertian sepanjang harfiah (literal-meanings).
Kitab Veda itu dinyatakan bukan disusun langsung olehmanusia akan tetapi wahyu
langsung dari pihak Brahma. Aliran itu berpendirian bahwa alam semesta
(iniverse) itu bersifat abadi (eternal), bukan berakhiran suatu kemusnahan dan
lalu penciptaannya kembali.[7]
b. Yoga
Ajaran Yoga dibangun oleh Maharsi Patanjali, dan merupakan ajaran yang sangat populer di kalangan umat Hindu. Ajaran
yoga merupakan ilmu yang bersifat praktis dari ajaran Veda. Yoga berakar dari
kata Yuj yang berarti berhubungan, yaitu bertemunya roh individu (atman/purusa) dengan roh universal (Paramatman/Mahapurusa). Maharsi Patanjali mengartikan yoga sebagai Cittavrttinirodha
yaitu penghentian gerak pikiran.
Kitab Yogasutra, yang terbagi atas empat bagian dan secara keseluruhan mengandung 194
sutra. Bagian pertama disebut: Samadhipada, sedangkan bagian kedua
disebut: Sadhanapada, bagian ketiga disebut: Vibhutipada, dan
yang terakhir disebut: Kailvalyapada.
c. Nyaya
Ajaran Nyaya didirikan
oleh Maharsi Aksapada Gotama, yang menyusun Nyayasutra, terdiri atas 5 adhyaya (bab) yang dibagi atas 5 pada (bagian).
Kata Nyaya berarti penelitian analitis dan kritis. Ajaran ini berdasarka pada
ilmu logika, sistematis, kronologis dan analitis.
d. Vaisiseka
Ajaran Vaisiseka dipelopori oleh Maharsi Kanada, yang menyusun Vaisisekasutra. Meskipun sebagai sistem filsafat pada awalnya berdiri sendiri, namun
dalam perkembangannya ajaran ini menjadi satu dengan Nyaya.
e. Aliran Samkhya
Ajaran ini dibangun oleh Maharsi Kāpila, beliau yang menulis Saṁkhyasūtra. Di dalam sastra Bhagavatapurāna disebutkan nama Maharsi Kāpila, putra Devahuti sebagai pembangun ajaran
Saṁkhya yang bersifat theistic. Karya sastra mengenai Saṁkhya yang kini
dapat diwarisi adalah Saṁkhyakarika yang di tulis oleh Īśvarakṛṣṇa. Ajaran Saṁkhya ini sudah sangat tua umurnya, dibuktikan dengan
termuatanya ajaran Saṁkhya dalam sastra-sastra Śruti, Smrti, Itihasa dan Purana.
Kata Saṁkhya berarti: pemantulan, yaitu pemantulan filsafati. Ajaran
Saṁkhya bersifat realistis karena didalamnya mengakui realitas dunia ini
yang bebas dari roh. Disebut dualistis karena terdapat dua realitas yang
saling bertentangan tetapi bisa berpadu, yaitu purusa dan prakrti.
f. Aliran Vedanta
Ajaran Vedanta, sering
juga disebut dengan Uttara Mimamsa yaitu penyelidikan yang kedua, karena ajaran
ini mengkaji bagian Weda, yaitu Upanisad. Kata Vedanta berakar kata dari Vedasya
dan Antah yang berarti Akhir dari Weda. Sumber ajaran ini adalah kitab Vedantasutra
atau dikenal juga dengan nama Brahmasutra. Pelopor ajaran ini adalah Maharsi Vyasa, atau dikenal juga dengan nama Badarayana atau Krishna Dwipayana.[8]
D.
KITAB UPANISHAD
Arti yang asli
dari kata Upanishad itu ialah ”duduk berdekatan dengan kidmad”, dan juga
mempunyai arti “ajaran teramat rahasia.[9]
Istila
Upanishad sendiri berasal dari kata upa,
ni dan shad: upani = dekat, di dekatnya; dan shad = duduk. Jadi,
Upanishad berarti “duduk dekat”, yaitu duduk di dekat seorang guru untuk
menerima ajaran dan pengetahuan yang lebih tinggi. Istila ini selanjutnya
menjadi nama agama. Kitab Upanishad berbentuk dialog antara seorang guru dan
muridnya, atau antara seorang Brahmana dengan Brahmana lainnya. Kitab
Upanishad adalah salah satu bagian saja
dari kitab-kitab Aranyaka yang isinya menekankan pada ajaran rahasia yang bersifat
mistik dan megis.
Agama upanishad
menentang ajaran-ajaran agama Brahmana, terutama mengenai ajaran korban. Agama
ini didasarkan pada kitab-kitab Upanishad, yng merupakan kitab Weda yang paling
muda usianya. Jumlahnya sangat banyak, dan ada yang merupakan tambahan bagi
kitab-kitab Aranyaka. Isinya merupakan pemikiran falsafiyang berkisar seputar
arti dan tujuan hidup dan masalah yang berkaitan dengan hakekat manusia dan
alam semesta. Dari sini muncul beberapa konsep ajaran pokuk agama Hindu,
seperti konsep Brahman dan Atman.
Masalah
asal-usul dan tujuan manusia serta alam semasta digali secara mendalam dan
mendasar dalam Upanishad. Isinya banyak yang tidak lagi bersumber pada para
Brahmana, bahkan kitab itu menjadi penentang utama terhadap kekuasaan mutlak
para Pendeta. Dibeberapa tempat Upanishad mengecam keras dan mengutuk arti dan
nilai korban serta ritus-ritus yang diselengerahkan oleh para Brahmana.
Kitab-kitab Upanishad merupakan teks-teks India yang sangat
terkenal. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin berdasarkan versi
Persia (1801-1802), juga dalam bahasa Eropa lainnya, dan dianngap besar
pengaruhnya di kalangan ahli fikir Barat.[10]
DAFTAR PUSTAKA
NP Putra, “Tantra,
Chakra dan Kekuatan Kundalini”, artikel diakses pada 7 November 2012 dari http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=1170&cat=
Ali
Mukti, Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta:
IAIN Sunan Kalijaga Press,
1988
Sou’yb Joesoef. Agama-Agama Besar Di Dunia, Jakarta: PT. Al
Husna Zikra, 1983
[1] NP Putra, “Tantra, Chakra
dan Kekuatan Kundalini”, artikel diakses pada 7 November 2012 dari http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=1170&cat=
[2] Ali Mukti, Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga Press, 1988. Hal. 58
[3] NP Putra, “Tantra, Chakra
dan Kekuatan Kundalini”, artikel diakses pada 7 November 2012 dari http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=1170&cat=
[4] NP Putra, “Tantra, Chakra
dan Kekuatan Kundalini”, artikel diakses pada 7 November 2012 dari http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=1170&cat=
[5] Ali Mukti. Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga Press, 1988. Hal. 57
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Sad_Darshana.
[7] Sou’yb Joesoef. Agama-Agama Besar Di Dunia, Jakarta: PT. Al
Husna Zikra, 1983. Hal. 57
[8] http://id.wikipedia.org/wiki/Sad_Darshana.
[9] Sou’yb Joesoef. Agama-Agama Besar Di Dunia, Jakarta: PT. Al
Husna Zikra, 1983. Hal. 31
[10] Ali Mukti. Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga Press, 1988. Hal. 72, 73
0 komentar:
Posting Komentar