A. Pendahuluan
Kitab-kitab suci Hindu secara luas dalam dikelompokkan
dalam 2 golongan. Pertama adalah Sruti (“itu yang didengar”) dan yang lain
adalah Smriti (“itu yang diingat”). Kedua kelompok kitab-kitab suci ini
dianggap “wahyu Tuhan” sama seperti semua kitab-kitab Injil dianggap mendapat
inspirasi Tuhan.
B. Kitab Suci
Kitab suci Hindu ditulis dalam kurun
waktu berabad-abad dan menggunakan berbagai bentuk tulisan. Kitab-kitab suci
itu meliputi teks-teks filsafat yang sulit dimengerti sampai dengan
legenda-legenda dan cerita-cerita kepahlawanan.[1]
Kitab
Hinduisme dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu kitab-kitab shruti dan kitab-kitab Smriti, adapun kpenjelasan kitab-kitab
tersebut adalah:
1.
Shruti
Shruti
(yang didengar) di naggap sebagai yang suci yang
berada di dalam asal usul segala sesuatu. Kitab-kitab Shruti berisi pujian-pujian kuno dari kitab Veda, yang ditulis pada akhir milenium kedua BCE dalam bahasa
sansekerta, bahasa India kuno. Rig Veda, kitab
yang paling kuno dan paling suci, adalah kitab yang berisi 1.028 puisi yang
merefleksikan kehidupan pengembaraan bangsa aria yang berperang, yang
bergembira karena terbitnya matahari setiap pagi dan yang merefleksikan
heningnya malam sunyi.
Kitab-kitab Upanishad adalah bagian terakhir dari kitab-kitab Veda. Judul kitab itu mengacu pada murid
yang duduk di laki-laki guru untuk mendapatkan kebijakan kitab-kitab Upanishad memuat 120 percakapan antara
guru dan muridnya serta berisi semua ajaran Hindu yang paling penting-yaitu
mengenai Brahman dan atman.[2]
C. Smriti
Kitab-kitab Smiriti (yang diingat) adalah kitab-kitab suci tentang asal-usul
manusia. Kitab suci itu berisi cerita rakyat yang cerita rakyat yang
diceritakan oleh penutur-penutur terlatih. Ramayana,
kitab yang memuat 48.000 baris puisi, memceritakan kisah rama dan shinta serta
merpakan sumber ajaran dan nasihat spiritual yang besar bagi orang Hindu. Yakni
setiap tradisi (ucapan, perbuatan, tulisan). Yang mengandung ajaran seseorang rishi (orang suci) atau ajaran seseorang
acharya (guru) ataupun ajaran avatar
(interaksi-ilahi) seumpama Krishna dan lainnya didalam himpunan Smiriti itu
termasuk Brahmanas,panishads, mahabhara, Bhagavadgita, Ramayana, Purana, dll.
yang
termasuk golongan kedua itu pada masa belakangan memalui wewenang-resmi
dinyatakan kitab-suci guna mengahmbat sesuatu tantangan ataupun
keraguan-raguan. Dengan begitu kedudukan Smiriti
itu disamakan dengan kedudukan Sruti.[3]
Kitab
itu dipanggil dengan Brahma-sutras, yakni
benang sulam melalui himpunan Brahmanas. Kitab-kitab berisikan komentar itu
disusun oleh para acharyas pada
abad-abad menjelang dan sesudah tahun masehi.
Disamping
itu lahir kesusasteraan yang mengambil themanya dari keyakinan agamawi ataupun
sesuatu ajaran agamawi mengenai masalah kehidupan dan kemasyarakatan, dan
kitab-kitab golongan itu dipanggilkan dengan Brahmana-shastras. Termasuk dalam golongan Brama-shastras itu ialah
kitab-kitab mengenai berbagai cabang ilmu pengetahuan seumpamanya astronomi,
ketabiban, logika, matematika, bahasa, dan lainnya.baikpun Brahama-sustras
maupun Brahama-shastras itu termasuk kedalam himpunan kitab suci.
D. Kitab Brahmana dan Aranyaka
Berbeda dari naskah atau kitab Samhita,
kitab brahmana disusun oleh para pendeta Brahmana sekitar abad ka-8 S.M kitab
tersebut bukanlah puji-pujian kepada para dewa, tetapi merupakan kitab yang
berisi keterangan-keterangan dari para tentang korban dan sasaji. Uraian-uraian
didalamnya banyak yang membosankan dan sungkar dipahami padahal pikiran
dasarnya justru sangat sederhana. Keterangan-keterangan tersebut disertai
dengan mitos dan legende tentang manusia dan dewa dengan memberikan ilustrasi
ritus-ritus korban. Pada bagian akhir kitab terdapat tambahan yang disebut
kitab Aranyaka yang berisi tentang
renungan sekitar masalah korban sehingga dianggap sakti. Karena itu
mempelajarinya harus ditempat-tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia,
yaitu ditengah-tengah hutan. Selain
kitab brahmana masih ada lagi kitab lain yang pada intinya menguraikan masalah
korban, cara melakukannya, mantra-mantra yang harus diucapkan dan cara
pengucapannya. Kitab-kitab tersebut denga kitab Wedanga yang merupakan hasil pemikiran para resi.
Peraturan-peraturan yang di ajarkan didalam harus dipatuhi dan ditaati supaya
korban tidak kehilangan daya kekuatan.
Isi kitab Wedanga dapat dianggap sebagai
permulaan ilmu pengetahuan di India tentang fonetika paramasatra, etimologi,
teori sanjak, ilmu perbandingan dan aturan-aturan pergaulan dalam masyarakat.
Kitab paramasastra yang sangat terkenal adalah karya panini. Seorang pujangga
yang hidup sekitar abad 5 S.M.
Kitab yang berisi pedoman tentang
berbagai masalah kepercayaan tersebut Sutra,
bahasanya padat, kalimatnya singkat termasuk Sutra Vadanga adalah kalpa Sutra
atau Srauta-Sutra yang berisi
tentang upacara korban besar dan Grhya-sutra,
tentang orban kecil. Dharma-Sutra
berisi hukum-hukum Hindu.
Dharma-Sastra
termasuk kesusastraan
Brahmana dan merupakan kitab undang-undang yang mengatur berbagai segi kehidupan
manusia. Isinya bercampur dengan kitab lainnya, yaitu tentang pengetahuan dan
dongeng-dongeng. Yang sangat terkenal adalah Manawa-Dharma-sastra yang menurut mitologi terkarang oleh
manu(manusia pertama), kitab ini berpengaruh terhadap umat Hindu dewasa ini
baik di India maupun di Indonesia. Kepercayaan-kepercayaan yang termuat dalam
kitab wedanga dikenal dengan agama Brahmana.
Tingakatan pemikiran pada Brahmana (pemikiran
Weda) merupakan tafsiran yang berupa prosa, sangat terinci dan isinya berupa
kidung-kidung korban atau beberapa upacara lain. Brahmanas berarti “pertautan dengan brahman” tafsiran-tafsiran ini
biasanya terdiri dari ajaran-ajaran yang memerintahkan untuk mengamalkan
perbutan yang jelek. Semuanya tadi dinyatakan dengan Arthavada yang mengambil bentuk puji-pujian terhadap kebaikan
(biasanya disebut Stuti) dan celaan
atau kecaman terhadap yang buruk (disebut Ninda).[4]
Dalam kitab brahman terdapat mitos dan
legende kuno yang ditulis Purakalpa,
Orakerti. Tulisan weda pada brahmana memperlihatkan adanya perkembangan
cerita dan mitos tentang dewa-dewa, juga tenang kosmologi yang digambarkan
dalam kidung-kidung, kitab Brahmana bercorak interpretasi esoterik dan simotik
. masing-masing dewa da ritusnya tidak dapat dilepaskan dari tiga hal, yaitu adhiyajna (korban) dan adhayatman (yang bersifat mistis dan
filosofis).[5]
Dalam agama brahmana pemujaan terhadap
matahari sangat ditekankan, kalau siwa dan beberapa kidungnya banyak tercantum
dalam Yajurweda, maka kitab Aranyaka (bagian akhir kitab brahmana) berisi
rangkaian doa yang panjang yang ditunjukan terhadap matahari, yang disebut Suryanamaskara.
-
Perubahan
pada agama Brahmana
Dalam
kitab yang sebelumnya, terutama pada Samhita dan mantra, selik beluk korban
terhadap dewa belum duketahui. Penjelasan mengenai cara dan peraturan
penyelengaraan korban baru ada dalam kitab brahmana, disertai tafsiran-tafsiran
yang dilengkapi dalam kitab Wedanga, sejalan dengan itu maka pandangan terhadap
penting tidaknya suatu dewa juga mengalami perubahan , beberapa dewa bahkan kemudian tidak memegang
peranan penting lagi. Dewa waruna sebagai pengawas tata tertib kosmos berubah
turun martabatnya menjadi dewa laut. Dewa-dewa yang kemudian muncul dalam agama
adalah dewa Brahma dan Siwa. Yang dianggap jauh dari manusia
dewa Mitra juga tidak pernah
disebut-sebut lagi, Wisnu dalam perkembangan yang kemudian menjadi Prajapati.
Dewa rudra menjadi sangat penting dan disebut dengan Siwa-Ruda[6]
-
Isi
kitab brahmana terdiri atas dua bagian. Bagian pertama memberi uraian tentang peraturan-peraturan untuk
persembahan, yang memberikan tafsiran tentang peraturan-peraturan didalam
Weda. Yang kedua adalah sejenis kitab.
Kitab hukum atau dharmasastra. Sebernarnya kitab itu ialah kumpulan
patoka-patokan bagi seluruh kehidupan menurut patoka-patokan itu seluruh
kehidupan harus di selenggarakan. Kitab-kitab itu membicarakan segala hal
hingga dewasa ini kitab hukum manu. Yakni manusia pertama menurut dongengan,
ialah Manawadharmasastra masih di akui. Bahkan kitab-kitab hukum Bali dan Jawa
Kuno didasarka pada kitab tersebut oleh hukum-hukum dan patokan-patokan itu
diatur dan di pertajamlah perbedaan antara berbagai golongan yang merupakan
penduduk India yang sangat tercampur dan bermacam-macam. Selain kasta-kasta
yang dahulu telah disebut, terjadilah sekarang sejumlah kasta tercampur karena
perkawinan tercampur. Tetapi orang tidak dapat naik kasta karena perkawinan,
kalau turun kasta dapat, di luar kasta-kasta para paria, termasuk pula kedalam
segala orang asing. Ketiga kasta yang tertinggi (brahmana, ksatria, waisya)
boleh memakai kalung kasta dan membaca Weda dan mereka dipandang sebagai
keturunan bangsa arya karena termasuk kedalam salah satu kasta (upananyana),
seolah-olah berarti suatu kelahiran yang kedua, maka anggota-anggota ketiga
kasta yang tertinggi disebut para dwiya artinya orang yang lahir dua kali.[7]
-
Ketiga
bnyak di jumpai dalam kitab brahmana banyak
keterangan tentang keadaan tertentu di dalam hidyp manusia atau du dalam alam
dengan pertolongan mitologi.[8]
E. Kitab ittihasa dan Puran
Belakangan ini ada
perbincangan yang mempersoalkan apakah itihasa itu kitab suci Hindu ataukah tidak, Ada banyak
kitab Ittihasa, namun dua yang terkenal adalah Ramayana dan Mahabharata. Kitab
suci dalam ulasan ini adalah kitab suci sebagai pegangan sebuah agama. Jadi,
kalau kita berbicara di depan umum, apakah kitab suci agama Hindu itu? Jawabnya
adalah Weda. Apakah Itihasa bukan kitab suci? Bukan! Apakah lontar bukan kitab
suci? Bukan!
Kitab suci Hindu,
sebagaimana kitab suci agama lainnya, adalah wahyu Tuhan. Dalam Hindu ini
disebut Sruti. Weda adalah Sruti yang wahyunya diterima oleh tujuh resi agung.
Weda terdiri dari empat (catur) yaitu Reg Weda, Yajur Weda, Sama Weda dan
Atharwa Weda. Kemudian menyusul kitab Brahmana, Aranyaka dan Upanisad yang
dikelompokkan ke dalam Weda sehingga disebut Catur Weda Samhita. Selanjutnya
ada kitab-kitab Sutra, Dharmasastra, Itihasa, Purana dan kitab-kitab Darsana
digolongkan sebagai Susastra Hindu. Ada buku baru dari Prof. Made Titib yang
mengulas masalah ini secara menarik, judulnya “Itihasa Ramayana dan Mahabharata
(Viracarita).”
Weda dan Susastra
Hindu itu dikelompokkan dengan menarik oleh Vatsyayasa dalam bukunya
Nyayasutrabhasya. Garis besarnya begini: Weda adalah pedoman umum dan acuan
dalam ritual (yadnya). Itihasa dan Purana menguraikan “sejarah dunia” dan
tentang umat manusia. Weda adalah sumber utama dari wahyu Tuhan, sumber segala
dharma dan hukum Hindu.
Itihasa dan Purana
menguraikan ajaran dalam Weda dengan kisah-kisah menarik sehingga mudah untuk
diterima umat. Karena begitu sulitnya mempelajari Weda, apalagi di masa lalu
sarana untuk itu terbatas, maka para Rsi membuat kisah-kisah Itihasa, tujuannya
tiada lain untuk menyebarkan isi Weda itu sendiri. Di zaman emas Kerajaan
Majapahit di mana Hindu berkembang bagus, dalam kitab Sarasamuccaya dimuat
sloka yang terjemahannya begini: “Veda itu hendaknya dipelajari dengan sempurna
melalui jalan Itihasa dan Purana sebab Weda akan takut pada orang-orang yang
sedikit pengetahuannya.” Maksudnya adalah mulailah mengenal Itihasa dan Purana
lebih dahulu, kemudian setelah pengetahuan menjadi bertambah, baru ke Weda.
Sampai saat ini pun, meski kitab Weda sudah diterjemahkan dan dijual di toko buku,
masih sulit mempelajarinya jika tidak didampingi seorang guru atau nabe.
Itihasa dan Purana memang ajaran suci, tetapi
bukan kitab suci. Pertama, karena itu bukan wahyu Tuhan. Kedua, karena bentuk
Itihasa adalah kisah, tentu ada kisah buruk dan kisah baik, yang buruk jangan
dicontoh, yang baik dijadikan contoh. Ibarat seorang guru yang mengajar budi
pekerti untuk anak usia Sekolah Dasar, pembelajaran lewat dongeng sangat
dianjurkan. Weda sebagai wahyu Tuhan tentu tak memberi contoh yang buruk. Kitab
suci semuanya mengajarkan dharma.
F. Penutup
Demikian
lah makalah ini saya buat, makalah ini untuk memenuhi persyaratn perkuliahan ,
dan mohon di koreksi apabila ada kesalahan dalam penulisannya.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Arifin,M.M, menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, PT.
Golden Trayon Press, Jakarta 1986
-
Honing,
A.G.Jr, ilmu agama,PT. BPK. Gunung Mulia,
Jakarta 1997
-
Joesoep,
Sou’yb,agama-agama besar didunia, PT.
Totalido, Jakarta, 1996
-
Mukti,
Ali Agama-agama Dunia, PT. Hanindita,
Yogyakarta
-
Putu,
setia, suara kaum muda Hindu, PT.
Mandiri,Jakarta, 1993
-
Penulis Wakil Ketua Sabha Walaka PHDI
Pusa
[1] Honing, A.G.Jr, ilmu agama,PT.
BPK. Gunung Mulia, Jakarta 1997
[2] Arifin,M.M, menguak Misteri
Ajaran Agama-agama Besar, PT. Golden Trayon Press, Jakarta 1986,
[3] Arifin,M.M, menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, PT. Golden
Trayon Press, Jakarta 1986,
[4] Joesoep, Sou’yb,agama-agama
besar didunia, PT. Totalido, Jakarta, 1996
[5] Joesoep, Sou’yb,agama-agama
besar didunia, PT. Totalido, Jakarta, 1996
[6] Putu, setia, suara kaum muda
Hindu, PT. Mandiri,Jakarta, 1993
[7] Mukti, Ali Agama-agama Dunia, PT.
Hanindita, Yogyakarta,
[8] Mukti, Ali Agama-agama Dunia, PT.
Hanindita, Yogyakarta,
0 komentar:
Posting Komentar