Selasa, 27 November 2012

Sistem Kemasyarakatan pada Masa Hindu



KONSEPSI HINDUISME TENTANG MASYARAKAT

Menurut ajaran Hinduisme di India, dalam masyarakat terdapat tingkat-tingkat golongan yang bersifat hirarchis vertical. Masing-masing golongan (kasta) satu sama lain tidak ada hubungan social secara demikratis, sehingga satu sama lain merupakan golongan (kasta) yang menutup diri terhadap yang lainnya. Dengan kata lain kasta-kasta tidak boleh bergaul dengan kasta lain dibawahnya.[1]
Pembagian kasta tersebut ditetapkan secara langsung dalam kitab suci brahmana berturut-turut sebagai berikut:
Sutra 4 menyebutkan bahwa ada empat kasta brahmana, Ksatriya, waisya dan sudra. Sutra 5 menegaskan bahwa dari keempat kasta yang disebut terlebih dahulu adalah yang lebih baik kelahirannya. Dalam sutra 6 dinyatakan bahwa kewajiban orang-orang yang bukan sudra yang tidak berbuat kejahatan adalah inisiasi, mempelajari kitab weda, membuat api upacara/suci. Hal tersebut merupakan perbuatan yang berpahala. Dalam sutra 7 dinyatakan bahwa sudra wajib tata kepada kasta-kasta diatasnya.
Didalam agama hindu masyarakat dibagi menjadi empat golongan, yang penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.   Kasta brahmana, yang merupakan golongan masyarakat yang dikategorikan sebagai pemuka agama atau yang berhak memimpin keagamaan: membaca kitab, do’a, dan mantra serta memimpin upacara keagamaan seperti kurban untuk para dewa.
2.   Kasta ksatriya, adalah masyarakat yang keahliannya sebagai alat Negara yang berkewajiban membela, mmpertahankan, menjaga keamanan Negara. Golongan ini terdiri dari pada perwira, prajurit atau angkatan bersenjata dari semua tipe.
3. Kasta waisya, merupakan sekelompok masyarakat yang mempunyai kegiatan dibidang perekonomian dengan tugas dan profesinya dibidang pemasaran, jual beli atau perdagangan.
4.   Kasta sudra, adalah sekelompok orang yang tugasnya dibidang pekerjaaan kasar atau terlibat dalam kegiatan sebagai buruh (proletar) dalam kegiatan sehari-hari baik dalam struktur kerja birokrasi, maupun stuktur kerja konvensional.[2]
Menurut ajaran hindu penetapan gologan masyarakat ini tidak berdasarkan kepada hal yang bersifat kebetulan melainkan ditetapkan atas dasar garis kelahiran (warna). Artinya seorang dimasukkan kelompok kastanya apabila memang anggota keluarga atau lahir dilingkungan keluarga kasta tersebut. Dengan demikian sangat mustahil untuk berpindah dari satu kasta ke kasta lain apapun keahliannya.[3]
Dugaan tentang teori kekastaan hanyalah timbul karena keinginan golongan pendeta (brahmana) yang ternyata dalam susunannya, golongan tersebut menempati tingkatan tertinggi pada masa itu.
Jadi jelaslah bahwa dalam masyarakat hinduistis tidak ada persamaan hak dan derajat serta kewajiban, baik dengan hal-hal yang berhubungan dengan pengalaman agama maupun dalam hubungan dengan kehidupan sosialnya, karena dalam hal keagamaan, golongan brahmana dianggap lebih dekat kepada dewa-dewa dan bahkan dapat mempengaruhidewa untuk memenuhi permintaannya. Keadaan yang demikian inilah yang merupakan salah satu sebab timbulnya agama Buddha yang mengajarkan tentang persamaan hidup dalam masyarakat dan dalam agama.


[1] H.M Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta: PT. Golden Terayon Press, 1995), cet. VI, h.68
[2] M. Bahri Ghazali. Studi agama-Agama Dunia: bagian agama non semitik, h. 34
Disamping keempat golongan masyarakat tersbut diatas masih juga terdapat kasta yang lain yang dikenal dengan sebutan kasta paria. Kasta paria digolongkan sebagai kelompok masyarakat yang taraf kehidupanya sangat rendah sekali atau dapat dikatakan sebagai golongan masyarakat rakyat jelata yang kehidupannya tidak menentu.
[3] M. Bahri Ghazali. Studi agama-Agama Dunia: bagian agama non semitik, h. 35


Sumber: http://catatanifanur15.blogspot.com/2012/11/sistem-kemasyarakatan-pada-masa-hindu.html

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts