Zaman
Raja Harsha (606 – 647)
Pemerintahan Harsha atau Suhasta
Mama Maharaja Diraja Sri Harsha Wardana , raja Hindhu penghabisan yang masyur
(606-647).Harsha berasal dari keturunan raja – raja kecil , akan tetapi ibunya
termasuk keturunan gupta. Ditahun 604 bapaknya mengirim saudaranya yang sulung
, Rajavardhana ,dengan tentara yang kuat untuk memerangi bangsa Huna disebelah
Utara. Mula – mula Harsha menolak permintaan rakyat akan mengganti saudaranya.
Oleh sebab itu selama satu tahun pemerintahan kacau. Harsha tidak dapat
membiarkan keadaan itu dan ditahu 606 ia menerima permohonan itu , akan tetapi
sebagai pemangku. Pekerjaan nya yang pertama ialah mencari adik perempuannya
yang lari kepegunungan , setelah suaminya dibunuh oleh raja Malwa.Baru 6 tahun
setelah Harsha dipilih rakyat menjadi rajanya ia dinobatkan dengan mengambil
nama Maharajadhiraja Sri Harsha.Usaha lain yang dikerjakan oleh Harsha ialah
memperkuat balatentaranya. Setelah cukup kuatnya untuk tahan berperang selama 5
tahun , ia mulai membulatkan kerajaannya dari India Utara sampai ke Teluk
Benggala.Harsha memerintah 46 tahun lamanya , diantaranya 37 tahun dalam
suasana perang yang terus menerus. Pada penghabisan pemerintahannya ia
mengikuti teladan Asoka Maurya dan menjadi seorang santri (sangha) Buddha.
Ditahun 647 raja Harsha wafat setelah memerintah 46 tahun. India tidak akan melupakan namanya , sebab ialah raja yang membawa keamanan dan kemakmuran dan membangkitkan India kembali dari penindasan bangsa Huna , pada masa mana India jatuh dalam sengsara dan menjadi negeri yang sepi.Akan tetapi setelah kemakmuran kembali berkat jasa raja Harsha dan musuh dari luar tidak mengancam lagi , maka terbitlah permusuhan – permusuhan diantara raja – raja yang dibawah kuasa Harsha , tidak lama setelah ia wafat[1].
Ditahun 647 raja Harsha wafat setelah memerintah 46 tahun. India tidak akan melupakan namanya , sebab ialah raja yang membawa keamanan dan kemakmuran dan membangkitkan India kembali dari penindasan bangsa Huna , pada masa mana India jatuh dalam sengsara dan menjadi negeri yang sepi.Akan tetapi setelah kemakmuran kembali berkat jasa raja Harsha dan musuh dari luar tidak mengancam lagi , maka terbitlah permusuhan – permusuhan diantara raja – raja yang dibawah kuasa Harsha , tidak lama setelah ia wafat[1].
Zaman
kerajaan – kerajaan di India Utara , Deccan dan India selatan
Di India Tengah dan Selatan
kebudayaan Hindu terus berkembang , setelah India Utara dan Hindustan dikuasai
oleh raja – raja Islam yang datang dari Persia dan Asia Tengah.Diantara
kerajaan – kerajaan di India Tengah yang amat kuat ialah kerajaan Chalukya
sampai tahun 1190.Kebudayaan dikerajaan itu dizaman Harsha sudah tinggi
derajatnya , misalnya lukisan – lukisan yang terdapat dalam gua – gua dilembah
Ajanta.dan dinamai Kebudayaan Zaman Ajanta.
Kerajaan yang besar juga dikuasainya diabad ke 8 ialah Rashtrakuta
, dipahat di dalam gunung batu dekat Ellora , didaerah Hydrabad sekarang. Dari
kebudayaan dizaman itu nampaklah kemunduran agama Buddha , sedang agama Hindu
bertambah maju.Deccan dan India Selatan yaitu Bangsa Dravida , sudah mempunyai
kebudayaan dan agama sendiri , sebelum bangsa Arya datang dari Utara.
Kemudian agama Buddha juga ditanam oleh Asoka di daerah itu. Dari
percampuran agama Brahma , Buddha dan kepercayaan asli , terjadilah lambat laun
agama rakyat semata mata , yang dinamai agama Hindu.Semenjak lama India Selatan
menjadi impian raja – raja disebelah utara , yang hendak menakklukan daerah
itu. Negeri itu namanya Tamilakam ( dalam kitab – kitab orang Yunani : Damirike
) dan terbagi atas 3 kerajaan : Pandya , Chola dan Kerala atau Chera.
Kitab – kitab bahasa Tamil sampai sekarang banyak yang tersimpan ,
didalamnya terdapat syai – syair dan lakon – lakon (drama).Kemudian mulai dari
abad ke 4 sampai abad ke 8 terdengarlah kemasyuran kerajaan Pallava yang
menakklukan kerajaan – kerajaan tiga – tiganya dan memerangi kerajaan Chalukya
di India Tengah juga.
Suku Pallava itu mula – mula bersifat pengembara dan tak mau
mendiami tempat yang tetap. Diabad ke 4 kerajaan Pallava sudah tersebut namanya
yaitu pusat kota Kanchi. Raja – raja yang masyur ialah Mahendravarman (600-625)
dan Narasinhavarman (625-645) keduanya mendirikan candi – candi yang indah
tempat memuja Vishnu dan Siva.
Kemudian kuasa raja –raja Pallava berkurang , sebab terus menerus
berperang dengan Chalukya. Dengan surutnya kerajaan Pallava mulailah kerajaan
Chola timbul sekali lagi. Kerajaan Chola itu mempunyai daerah yang melingkungi
Sailan , Pegu , Martaban di Birma dan kepulauan Andaman. Candi yang amat masyur
dan masih ada sekarang di Tanjore didirikan atas titah raja Rajarajadeva.
Sebagian dari kerajaan Chola bernama Kalingga. Dalam nama ini
tersimpan perkataan keeling. Dari India Utara datang terutama golongan yang
hendak menyebarkan agama Buddha. Mereka itu dididik lebih dahulu dikota Kanchi
, yang masyur namanya sebagai suatu pusat perguruan luhur , sebelum berangkat
ke Indonesia. Jadi teranglah pada asalnya kebudayaan Hindu di Indonesia berdasarkan
kebudayaan India Selatan dari abad – abad permulaan Tarich Masehi. Lama
kelamaan dasar – dasar Hindu itu makin kabur , sedang corak asli bertambah
terang[2].
1. Masa
pertengahan ( 1000-1800 M)
Ciri utama masa
ini menunjukan fakta bahwa Islam memberikan sebuah sebuah konteks mendasar bagi
perkembangan hinduisme sebagai teks. Pendukung Alberuni, Mahmud Ghazni memimpin
tujuh belas serangan yang gemilang ke india dan mematahkan perlawanan
orang-orang HINDU dengan mudah. Dia lebih tertarik untuk menghancurkan
kota-kota dari pada membangun kerajaan. Pada tahun 1192, penguasa utama Rajput
di Utara dikalahkan dan dibunuh oleh Muhammad Ghuri, dan pada tahun 1200,
dinasti budak (slave dynasty) telah mendirikan aturan muslim di India Utara dan
berakhir sampai 1858.
Hinduisme berkembang dengan baik, sampai
kedatangan Islam, dalam mengakomodasikan, jika bukan menyerap semua tantangan
dalam bentuk agresi dari luar dan perpecahan dari dalam. Islam memberikan
pengaruh ganda bagi Hinduisme. Di satu pihak, islam menganjurkan perpindahan
agama; di pihak, Islam mendorong kecenderungan yang lebih egaliter dan
monoteistik bagi kaum Hindu. Kemudian muncul tokoh-tokoh yang berusaha untuk
menjembatani jurang pemisah antara keduanya. Sebagai contoh adalah kabir (abad
ke 15), guru Nanak (1469-1538), Dadu (1544-1603).[3]
Kabir menulis
sekumpulan kidung (hymns) yang dikenal sebagai “Bijak”; Dadu, pengikut Kabir
dan pendiri Parabrahmana-sampradaya, bermaksud
menyatukan semua agama menjadi satu.Dia mengarahkan para pengikutnya untuk mengumpulkan
semua teks devosional dari berbagai aliran menjadi satu kumpulan. Tulsidas
(1532-1623) adalah penulis teks Ramayana dalam versi bahasa Hindi (Rama-carita-manasa) dan Vinaya-partika; Guru Nanak (1469-1538)
menulis teks suci kaum Sikh (Granth Saahib),
yang berisi kidung-kidung yang ditulis oleh guru-guru mereka serta orang-orang
religious lainnya, baik Hindu maupun Muslim.[4]
Memang ada interaksi antara Islam
mistis dan Hinduisme, namun ajaran utama Hinduisme menarik diri kedalam kerang
pelindung; dan secara mendasar berada dalam cengkraman keputusan politik,
sehingga berbalik kearah penghiburan sepiritual pada tuhan. Hal ini terlihat
dengan berkembangnya gaya hidup sebagai pertapa atau pengundurkan diri dari
kehidupan duniawi. Kehidupan sannyasinmenjadi
semacam pelarian diri, seperti yang dilihat dengan jelas oleh Guru Nanak.Pada
sekitar abad ke-16, keeksterman Hinduisme terlihat jelas dalam karya-karya
puisi devosional dengan kualitas sensasional, yang geraknya diwakili oleh
surdas, Tulsidas, Mirabai, dan lain-lain.[5]
Gerakan caitanya
pada abad ke-15, yang menekankan pembacaan weda secara umum, merupakan sebuah
usaha untuk menghindarkan Hinduisme agar tidak menjadi agama rumah dan perapian
saja. Gerakan devisional ini menekankan kekuatan penyelamatan dalam nama Tuhan
terutama Krishna dan Rama, sehingga berpuncak pada pernyataan paradox bahwa
nama tuhan adalah lebih besar dari Tuhan sendiri. Gerakan devisional (bhakti) ini dikatakan berasal dari india
selatan, dimana para devote Wishnu dan Shiwa sudah mencapai puncaknya pada abad
ke-9. Sekarang kita akan pindah ke wilayah India selatan.
Islam masuk ke
India Selatan dengan disingkirkannya Deogiri oleh Malik Kafur pada 1307.Namun
reaksi kaum Hindu di Selatan cukup menarik dan berbeda.Sejarah mencatat bahwa
ketiga aliran utama Vedanta yang
diwakili oleh Shankara (abad ke-9), Ramanuja dan madhva (abad ke-13) muncul di
Selatan.Walaupun pemikiran Ramanuja dan Madhva adalah lebih bersifat teistik,
namun masih tetap mengikuti konsep filsafat Vedantadan
bukan hanya bersifat devosional saja.Wilayah selatan menunjukkan kekuatan serta
vitalitas lebih besar, bukan hanya secara religious, namun juga secara
politis.Hal ini disebabkan adanya kerajaan Vijayanagar yang berkuasa dari abad
ke-14 sampai abad ke-17.
Gerakan devosional (bhakti) di maharastra (wilayah barat
India) mengambil dua bentuk, yakni; varakari
dan dharakari.Bentuk dharakari lebih
bersifat aktif dan devosional, dimana salah satu tokohnya adalah Ramdas yang
menjadi guru Shivaji (1627-1680).Di bawah kepemimpinan Shivaji inilah kerajaan
Marathas menjadi sebuah kekuatan politik yang kuat dan menggantikan kekuatan
Muslim di Selatan.Bentuk varakari melahirkan nama-nama besar penyair-santo di
wilayah Barat India, seperti Namadev (abad ke-14) dan Tukaram (abad ke-17).Gerakan
bhakti menyebar keseluruh wilayah India serta menghasilkan penyair-santo
seperti Shankaradeva di Assam dan Purandaradasa di Karnataka (abad ke-16).[6]
Pada masa ini, dua
gerakan politik berbasis Hindu yang cukup berhasil adalah kerajaan vijayanagar
di Selatan dan kerajaan Marathas dibagian Barat India (terlepas dari kaum Sikh
di Punjab).Di masa kerajaan Vijayanagar, terjadi kebangkitan kembali studi atas
Weda dan komentar Hindu atas Weda yang ditulis oleh Sayana.Kemudian juyga
Shivaji (1627-1680) dinobatkan sebagai tokoh ahli dibidang Ritual Weda dan
menyatakan dirinya sebagai pelindung Weda.Puisi-puisi devosionalsaat itu
berpusat pada Rama dan Krishna, yang merupakan inkarnasi Wishnu.[7]
Ciri paling
menonjol pada masa Muslim (1200-1757) ini adalah berkembangnya agama Wishnu
(vaishnavism). Dua nama besar dari Selatan adalah Vallabha (1479-1531) dari
india Selatan dan Caitanya (1486-1533) dari wilayah Bengal. Keduanya
mengajarkan jalan devosi yang berpusat pada Krishna dan Radha.Vaishnavisme popoler
ini disebarkan di wilayah Maharastra oleh namadeva (abad ke-14) dan tukaram (abad
ke-17); sedangkan di utara, vaishnavisme berkembang dalam bentuk penyembahan
terhadap Rama.Tokoh-tokoh terkenal dari India Utara adalah Ramananda (abad
ke-14), Dadu (1544-1603) dan Tulsidas (1532-1623).
Pengaruh Islam dapat dilihat dari
gerakan religius di India Utara dengan ciri Monoteisme ketat, tanpa
menghiraukan perbedaan kasta dan menolak pemujaan terhadap Imaji (patung,
gambar dsb). Sebagai contoh adalah Kabir (abad ke-15) yang mengajarkan sebuah
agama universal berdasarkan pada relisasi personal akan Tuhan yang tinggal
didalam hati manusia. Kemudian, Guru Nanak (1469-1538) mendirikan agama Sikh
(1469-1538) yang berusaha untuk menyelaraskan Islam dan Hinduisme.[8]
4. Masa Modern
(1800-1947)
Pengaruh
kemudayaan Barat memberikan dampak menentukan bagi Hinduisme.Walaupun Hinduisme
popular dan tradisional tetap menguasai masyarakat umum, namun orang-orang
terpelajar sangat dipengaruhi oleh ide-ide baru yang datang dari
Barat.Rasionalisme dan positivism cukup memikat pikiran orang-orang yang tidak
puas dengan Hinduisme tradisional.Berbagai gerakan reformasi dimulai, dimana
Brahmo-Samaj, Arya-Samaj dan Ramakrishna mission merupakan merupakan gerakan
yang paling penting. Secara umum dapat dikatakan bahwa hubungan dengan barat
telah membuat penganut Hinduisme lebih sadar akan keniscayaan untuk menjaga
nilai-nilai tradisional Hinduisme, walaupun mereka harus menyesuaikan diri
dengan mentalitas modern.[9]
Masuknya
orang-orang Inggris sebagai penjajah membuat Hinduisme menghadapi situasi yang
berbeda secara kualitatif.Masuknya penguasa Inggris mengurangi kekuatan Islam,
namun Hinduisme harus menghadapi sebuah kekuatan baru, yakni agama Kristen. Pada
saat yang sama, Hinduisme dihadapkan dengan sebuah ancaman baru, yakni: sains,
sekularisme dan humanism. Justru melalui inisiatif orang-orang barat,
pengetahuan tentang Hinduisme ditemukan kembali dan termasuk studi atas kitab
weda.
Dampak bagi pengikut Hinduisme
tampak dari pernyataan seorang tokoh nasionalis seperti Swami Vivekananda bahwa
Max Muller yang mengedit Rig-Weda di masa modern mungkin adalah reinkarnasi
dari sayana di masa kerajaan Vijayanagar.
Walaupun ada
sejumlah unsur yang harus di pertimbangkan untuk menjelaskan kebangkitan
kembali Hinduisme setelah tahun 1800, namun dari sisi Hinduisme sebagai system
religius, orang harus mengenali peranan Weda dalam proses tersebut.[10]Pada
masa reformasi awal, justru issu tentang Weda dan otoritas weda munculkembali
ke permukaan.Tokoh reformasi Hindu pertama adalah raja Rammohun Roy berusaha
untuk membenarkan monoteisme yang berbasis Vedanta. Sekitar 1830, dia mendirikan gerakan Brahmo Samaj di wilayah Bengal untuk
melanjutkan perjuangannya. Kemudian di akhir
abad ke-19, Swami Dayananda Saraswati mendirikan gerakan Arya Samaj di Bombay, memperkuat
keabsolutan Weda yang telah dicetuskan
oleh gerakan Brahmo Samaj.
Menjelang akhir
abad ke-19 dan awal kea bad 20, perkembangan Hinduisme mengalami sebuah proses
pembalikan. Pada perkembangan sebelumnya, tradisi Hinduisme memperkeras posisinya untuk mempertahankan otoritas weda
karena di bawah tekanan Buddhisme, Jainisme dan Materialisme. Di masa Modern,
walaupun Hinduisme sekali lagi mendapat tekanan dari sumber Kristiani yang
rasional, modernis dan reformis, Hinduisme tidak bereaksi dengan cara yang sama.
Hinduisme sekarang meninggikan pengalaman religius di atas otoritas religius
dan tidak lagi terikat pada otoritas Weda.Sri Ramakrishna kadangkala melakukan
penolakan terhadap Weda[11]
dan hanya menggunakannya sebagai sebuah symbol. Kemudian Swami Vivekananda juga
pada saat tertentu meremehkan otoritas Weda yang begitu kuat bagi kaum Hindu
dan Berkata: “ Jika saya mengutip sebuah teks dari Weda dan dan memberikan arti
yang tidak masuk akal . . . maka semua orang bodoh akan mengikuti saya”. Dia
tidak ragu untuk mengatakan hal ini dalam ceramah-ceramahnya.Hampir semua
tokoh-tokoh religius India di Masa Modern seperti B.G. Tilak (1856-1929), R.
Tagore (1861-1941), Sri Aurobindo (1872-1950), dan Mahatma Gandhi (1869-1948) …
Semuanya mengambil inspirasi mereka dari Weda, Walaupun bukan dari Otoritas
Weda, dan bahkan Sri Rahmana Maharshi (1879-1950) mewajibkan pembacaan Weda
secara teratur di asharm
Tiruvannamalai.[12]
Daftar
Pustaka
Ø Dr. Ali Matius.
Sebuah Pengantar Hinduisme &
Buddhisme. SANGGAR LUXOR : Jakarta 2010
Ø Molia T.S.G. Sejarah Politik India. Balai Pustaka :
Jakarta 1959
Ø Kusnandar Ajiz.
Filsafat India. Gramedia : Jakarta
2005
Ø www.sejarah india
blogspot.com
[3] Sharma, Arvind. “Hinduism” dalam Our Religion, hal 39.
[4]Jesuit Scholars, Religious Hinduism, hal. 37.
[5] Sharma, Arvind. “Hinduism” dalam Our Religion, hal. 39-40.
[6] Sharma, Arvind. “Hinduism” dalam Our Religion, hal. 40.
[7] Sharma,Arvind. Our Religion,
hal. 41.
[8]Jesuit Scholars, Religios Hinduism,
hal. 27.
[9]Jesuit Scholars, Religios
Hinduism, hal. 28.
[10] Sharma, Arvind. “Hinduism” dalam Our Religios, hal. 42.
[11] Renou, Louis, The Destiny of the Veda in India”, hal. 43.
[12]Sharma, Arvind, ibid, hal. 43.
0 komentar:
Posting Komentar